SMA di Mataram Minta Sumbangan Setelah Pemprov NTB “Haramkan” Sekolah Pungut BPP

Mataram (NTBSatu) – Komite SMA Negeri 1 Mataram, mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor: 421.3/002/466/KOMITE SMAN.01/X/2025 tentang Penggalangan Dana Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) SMA Negeri 1 Mataram Tahun Pelajaran 2025/2026.
Surat edaran tersebut sebagai bentuk tindak lanjut SE Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal tentang Moratorium Pemungutan BPP. Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melarang sekolah melakukan pemungutan BPP.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMA Negeri 1 Mataram, Burhanudin membenarkan surat edaran penggalangan dana tersebut. “Nggih (benar),” katanya kepada NTBSatu, Rabu, 15 Oktober 2025.
Dalam SE tersebut menjelaskan, sumbangan BPP ini untuk menunjang kegiatan belajar mengajar dan pembiayaan operasional sekolah yang bersumber dari dana BPP agar tidak terhambat.
Alasan permintaan sumbangan ini, karena Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SMA Negeri 1 Mataram Tahun Pelajaran 2025/2026 sebesar Rp5,7 miliar. Sementara dana yang tersedia dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), kurang lebih Rp2 miliar. Sehingga terdapat kekurangan Rp3,6 miliar.
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal mengeluarkan SE Nomor: 100.3.4/7795/Dikbud/2025 tentang Moratorium Pemungutan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan.
Moratorium tersebut sebagai proses evaluasi penerapan Peraturan Gubernur Nomor 44 Tahun 2018 tentang Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri, yang bersumber dari orang tua/wali siswa.
Dalam surat edaran tersebut menjelaskan, penyesuaian ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi NTB pada 23 Mei 2025 lalu. Bahwa pengelolaan pemungutan BPP perlu disesuaikan.
Dinas Bolehkan Sekolah Minta Sumbangan
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB, Lalu Hamdi menegaskan, dalam surat edaran tersebut melarang sekolah melakukan pemungutan BPP dengan alasan apa pun. Yang boleh hanya sumbangan.
“Itu (sumbangan) tidak melanggar. Moratorium itu melarang pungutan, tetapi kalau sumbangan boleh. Di SE Gubernur juga pungutan diganti dengan sumbangan,” jelas Hamdi, Rabu, 15 Oktober 2025.
Dalam konteks sekolah meminta sumbangan kepada orang tua siswa, pihak sekolah tidak boleh mematok berapa nilai sumbangan. Tetapi bergantung keikhlasan dari wali murid.
“Kalau pungutan itu dia dipatok dan ada tenggat waktu bayar, tetapi kalau sumbangan tidak ditentukan berapa jumlah orang mau nyumbang dan stor. Tergantung dari keikhlasan dari wali murid,” jelasnya.
Sekolah yang ngotot melakukan pemungutan BPP, lanjut Hamdi, akan mendapat sanksi berupa teguran hingga hukuman.
“Kita tegur dulu lah awal-awalnya, kalau terus berulang baru kita kasih hukuman. Namun, setelah sosialisasi kepada sekolah, sekarang ini tidak ada pungutan dari pihak sekolah, sumbangan boleh,” ungkapnya.
Alasan gubernur mengeluarkan moratorium tersebut, lanjutnya, karena ingin mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten untuk tata kelola pungutan. Pada masa transisi ini dalam bentuk sumbangan yang komite sekolah kelola.
“Nanti uang sumbangan yang dihimpun dari wali siswa diserahkan penggunaannya ke sekolah,” ujarnya. (*)