Gubernur Iqbal Komitmen Perluas Pemanfaatan DBHCHT

Mataram (NTBSatu) – Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal berkomitmen memperluas pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) supaya petani bisa merasakan langsung, khususnya buruh tani tembakau.
Iqbal menilai, manfaat dari DBHCHT masih kurang masyarakat rasakan, karenanya perlu ada penambahan.
Oleh karena itu, ujarnya, ke depan ia berkomitmen agar alokasi anggaran ini benar-benar dirasakan dampaknya oleh petani tembakau, terutama mereka yang berada di dusun-dusun.
Tujuan pemanfaatan dana tersebut untuk program asuransi produksi bagi petani tembakau guna mengatasi kerugian akibat gagal panen.
“Kita sedang menjajaki program asuransi pertanian bagi petani tembakau, terutama untuk melindungi mereka saat gagal panen karena faktor cuaca seperti hujan agar ongkos produksi bisa kembali lewat sistem asuransi”, jelas Iqbal, Rabu, 24 September 2025.
Sejumlah kondisi masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) selanjutnya. Iqbal menegaskan, meskipun beberapa hal berada di luar kewenangan provinsi, sebagai pemimpin ia tetap bertanggung jawab dan berjanji akan memperbaiki situasi.
“Apapun alasannya, saya sebagai pemimpin meminta maaf dan tahun depan insyaallah hal ini tidak akan terulang lagi. Seluruh kemampuan dan tenaga akan kita kerahkan,” tegasnya.
Mantan Dubes Indonesia untuk Turki ini juga memaparkan tiga pilar visi misi pemerintahannya yakni, pengentasan kemiskinan ekstrem, pariwisata kelas dunia.
Saat ini, NTB masih termasuk dalam 12 provinsi termiskin di Indonesia dengan angka kemiskinan mencapai hampir 12 persen dan 2,04 persen di antaranya tergolong miskin ekstrem.
Dalam menjawab tantangan kemiskinan, Iqbal menekankan pentingnya ketahanan pangan melalui sektor pertanian, agroforestri dan agromaritim. Langkah konkret yang pihaknya ambil termasuk membangun jalan tani berbasis swadaya masyarakat pada masa jeda tanam untuk meningkatkan penghasilan petani.
Pemerintah Provinsi NTB mendorong pemberdayaan desa dengan mengalokasikan anggaran Rp300-500 juta per desa, untuk menggulirkan ekonomi pedesaan.
Untuk desa miskin ekstrem akan ada pendekatan khusus bertajuk “Desa Berdaya Transformatif”, yang menargetkan transisi dari kemiskinan ekstrem ke kategori tidak miskin dalam dua tahun.
Pemerintah provinsi berperan sebagai orkestrator yang menggerakkan kolaborasi antara pusat, daerah, LSM internasional, sektor swasta, hingga para dermawan.
“Kita harus masuk secara keroyokan dengan kolaborasi antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, LSM, CSR perusahaan dan para dermawan harus bergerak bersama. Harapannya, dalam setahun desa bisa keluar dari kemiskinan”, tutupnya.
STN Sebut Ada Tiga Musuh Rakyat
Sementara itu, Ketua Umum STN, Ahmad Rifai menyinggung pidato Presiden Prabowo Subianto yang menyebutkan musuh utama rakyat Indonesia adalah kaum “serakahnomics” yang terbagi menjadi tiga kelompok.
Di antaranya pemodal asing yang mengambil sumber daya alam negara. Kedua, kelompok oligarki yang tidak memedulikan rakyat miskin. Ketiga pejabat korupsi.
“Selama tiga musuh tersebut masih berkuasa, rakyat akan terus dilanda masalah. Salah satunya adalah konflik agraria yang menjerat petani tembakau di NTB,” ujar Rifai.
Menurut Rifai, ada tiga solusi untuk mengatasi masalah petani tembakau di NTB. Untuk solusi jangka pendek, Ahmad Rifai mendesak Pemprov NTB segera berkomunikasi dengan pengusaha di luar daerah.
“Telepon bos-bos yang ada di Jakarta agar menambah kuota untuk tembakau kering di gudang di daerah ini. Itu solusi jangka pendeknya,” ujarnya.
Sementara untuk jangka menengah, ia menawarkan agar pemerintah memanfaatkan BUMD dan Koperasi Merah Putih untuk membeli tembakau petani.
“Dengan adanya campur tangan BUMD dan Koperasi Merah Putih kepentingan petani tembakau akan muda diakomodir pemerintah,” jelasnya.
Adapun untuk solusi jangka panjang, Ahmad Rifai menekankan pentingnya pendirian oven pengering tembakau oleh pemerintah daerah.
“Baiknya pemerintah daerah mendirikan oven kemudian membeli tembakau basah dari petani. Pemerintah daerah yang akan mengeringkan tembakau itu dan menyerap tenaga kerja dalam enam bulan,” katanya. (*)