HEADLINE NEWSLombok Timur

Nelayan Sekaroh Lotim Menjerit, 10 Tahun PT Autore Merompak Mutiara Senilai Ratusan Miliar

Mataram (NTBSatu) – Masyarakat Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur gelisah. Mereka yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan tak bisa leluasa menangkap ikan gara-gara PT Autore melakukan aktivitas budidaya mutiara secara ilegal.

“Masyarakat dari Sekaroh, Tanjung Ringgit, dan sekitarnya ikut terdampak,” kata warga Sekaroh Suparman, Rabu, 18 Desember 2024.

Ia sudah melaut sejak kelas 4 Sekolah Dasar (SD). Suparman menyaksikan bagaimana berubahnya laut tempatnya mencari ikan dari sebelum dan setelah adanya PT Autore. Karenanya, ia bersama masyarakat pesisir dari dulu menolak aktivitas perusahaan yang bergerak di bidang budidaya mutiara tersebut. Apalagi dilakukan di kawasan pariwisata.

“Kami seluruh masyarakat pesisir sejak awal sudah menolak PT. Tapi tak ada respons dari pemerintah. Setelah mereka mulai kerja, kita sudah demo. Tapi masih jalan,” ujarnya.

Imbasnya, ekosistem laut rusak. Padahal blok itu adalah lokasi favorit para nelayan. Dulu mereka bisa menangkap ikan dan meraih keuntungan Rp6 juta per harinya. Tapi, kini terpaksa gigit jari. Perusahaan membatasi mereka menjaring ikan. Pun bisa, jaring atau jala nelayan tersangkut di beton yang ditanam perusahaan di tengah laut.

“Banyak jaring dan jala nyangkut. Saya juga pernah mengalami itu. Kita sudah melapor ke mana pun, tapi tidak ada respons. Itu mengganggu sekali. Apalagi kami yang besar di laut,” ungkap Suparman.

Beraktivitas secara ilegal di kawasan pariwisata

Sementara, Ketua Indonesia Construction Watch, Lalu Mukarraf menyebut, PT Autore beraktivitas di Blok D yang bertempat di Teluk Temeak, Desa Sekaroh tersebut merupakan kawasan wisata. Luasannya mencapai 174 hektare. Izin mereka semula berada di Blok A, B, dan C. Aktivitasnya sudah berjalan hampir selama 10 tahun.

Temuannya di lokasi, Mukarraf melihat long line sepanjangnya 150 meter per roll-nya. Dalam satu meter, terdapat satu poket gantungan keranjang mutiara. Dan dalam satu poket. ada 6 hingga 12 kerang.

Jika dikalkulasikan, terdapat sekitar 6000-an kerang yang dioperasikan di area tersebut. Perusahaan memanen mutiara setiap sekali dalam enam bulan. Jika dihitung selama hampir 10 tahun, sudah belasan kali perusahaan panen di area ilegal tersebut.

“Itu ada 6000 butir, bisa mencapai ratusan miliar. Itu lah kerugian negara,” tegasnya.

Ia menegaskan, perusahaan tersebut menjalankan pekerjaannya secara ilegal dan menduga adanya aktivitas tindak pidana korupsi.

Buktinya, PT Autore telah mendapatkan surat peringatan (SP) dari pemerintah sebanyak tiga kali. Salah satunya dari Dinas Keluatan dan Perikanan NTB pada 19 Oktober 2021. Hal itu tertuang dalam surat nomor 105/Dislutkan/2021 dengan tanda tangan Kepala Dinas, Muslim.

“Kami menduga ada kejahatan korupsi, karena ada pembiaran. Padahal pemerintah dan APH sudah tahu itu (ilegal). Karena terbukti adanya SP1 hingga SP3. Artinya sudah peneguran oleh pemerintah karena sudah 10 tahun. Kami menduga ada yang back up, sekelas tim terpadu turun sudah turun dan dibaikan, ini menjadi tanda tanya besar,” bebernya.

Dalam waktu dekat, Mukarraf bersama teman-temannya akan terbang ke Jakarta dan melaporkan tindakan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang mereka adukan adanya dugaan pembiaran terhadap aktivitas perusahaan tersebut.

Merusak Ekosistem Laut

Tak hanya merugikan masyarakat setempat. Negara juga rugi dari segi kerusakan eksositem laut. Di lokasi PT Autore beraktivitas rupanya merupakan tempat keindahan ekosistem laut, dan pusat terumbu karang. Lebih-lebih masuk kategori 7 keajaiban dunia.

Potret beton yang ditanam di laut oleh perusahaan. Foto: Istimewa

“Orang datang menyelam. Karena sudah masuk dalam destinasi wisata 7 keajaiban dunia. Yaitu Pantai Pink, Gili Setelu, dan sekitarnya,” sebut Mukarraf.

Sehingga, jika terus mendapatkan pembiaran, ia khawatir terumbu karang akan semakin rusak akibat jangkar PT Autore. Belum banyak beton yang menancap di laut. Hal ini akan berdampak pada menurunnya minat investor atau pengunjung wisata.

“Dan kalau sudah sampai rusak, tentu pasir yang tadinya pink akan punah,” ungkapnya.

Senada dengan itu, Ketua Yasayan Gume Paer Lombok, Lalu Junaidi menyebut ada kehancuran lingkungan di bawah laut. Kini di Blok D, terumbu karang yang awalnya indah perlahan rusak.

“Di bawah laut banyak beton yang mereka turunkan, satu beton ukurannya diameter 1. Beratnya di angka 100 kg,” ujarnya.

Ia mengaku, sebelumnya telah membicarakan hal ini ke Pemkab Lombok Timur dan Pemprov NTB. Namun, tidak membuahkan hasil. “Yang untung orang-orang tertentu, dampak positif tidak ada bagi masyarakat. Ini ada kehancuran,” ucapnya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim belum memberikan tanggapan terkait aktivitas PT Autore. Sedangkan Kasi Humas Polres Lombok Timur, Iptu Nikolas Oesman mengaku, pihaknya akan memproses jika ada laporan masyarakat.

“Kalau ada laporan masyarakat kita proses. Saya koordinasikan ke Polsek Jerowaru juga,” jelasnya.

Sementara perwakilan PT Autore, Sudirman belum memberikan keterangan terkait kasus tersebut. Upaya konfirmasi via pesan WhatsApp dan telepon tidak membuahkan hasil. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button