Hukrim

NTB Darurat Preman, 302 Kasus Diungkap Selama 14 Hari

Mataram (NTBSatu) – Beberapa wilayah di NTB akhir-akhir ini rawan terjadi aksi premanisme. Buktinya, periode 1-14 Mei 2025 saja, angkanya mencapai 302 kasus.

“Jajaran Polda NTB sudah melakukan pengungkapan sebanyak 302 pengungkapan. 221 yang dilaksanakan pembinaan tidak diproses hukum,” kata Kasubdit III Dit Reskrimum Polda NTB, AKBP Catur Erwin Setiawan, Jumat, 16 Mei 2025.

Angka itu berdasarkan hasil operasi pekat gangguan keamanan Polda NTB dan Polres Polresta jajaran. Dari 302 kasus tersebut, 81 di antaranya diproses ke ranah hukum.

81 kasus itu pun berasal dari berbagai daerah. Polda NTB sendiri menangani 6 kasus. Kemudian Polresta Mataram 35, Porles Lombok Barat 6. Polres Lombok Utara 5, Polres Lombok Tengah 3.

Selanjutnya, Polres Lombok Timur 9 kasus, Polres Sumbawa Barat, Polres Sumbawa 2. Polres Dompu 2 kasus, Polres Bima dan Bima Kota masing-masing 4 kasus.

IKLAN

“Ini yang kita lakukan penegakan hukum,” jelas Catur.

Selain itu, kepolisian juga mengamankan sejumlah barang bukti (BB). Antara lain, uang tunai Rp606 rupiah. Kemudian dua sepeda motor, senjata tajam, dan 74 BB lainnya.

Terhadap para pelaku, polisi menyangkakan Pasal 368 dengan ancaman hukuman paling lama 9 tahun. Kemudian pasal 351 dan pasal 335 KUHP.

IKLAN

Titik paling rawan

Kepolisian menemukan sejumlah modus para preman menjalankan aksinya. Pertama, mereka melakukan pemerasan kepada korban dengan tiba-tiba datang. Mereka memaksa melakukan perbuatan, mengambil paksa sertifikat dengan mengancam mencekik.

“Bisanya ingin meminta setoran tukang palak di wilayah-wilayah warung dan sejumlah hotel, membawa sejumlah orang,” jelasnya.

Nominal yang pelaku mintai bervariasi. Mulai dari Rp50 ribu hingga puluhan juta. Mereka biasanya memintai di toko modern maupun tempat pariwisata.

Lebih jauh Catur menyebut, di sejumlah daerah memiliki titik rawannya sendiri. Seperti Lombok Utara, biasanya terjadi di Gili Trawangan maupun pusat keramaian di Kecamatan Tanjung.

Sementara di Lombok Timur, biasanya di wilayah Sembalun. Preman ini kerap melakukan pungutan liar (pungli) hingga menganiaya korban.

Begitu juga di Lombok Tengah. Para pelaku bertindak premanisme di kawasan wisata seperti Pantai Selong Belenak. Mereka bahkan berani meminta secara paksa kepada warga negara asing (WNA).

“Dan uang parkir tersebut diketahui ilegal. Tidak terdaftar resmi dan mereka menggunakan uang hasil tersebut untuk kepentingan pribadi,” bebernya. (*)

Berita Terkait

Back to top button