Mataram (NTBSatu) – Penyidik Kejari Lombok Timur kembali menahan satu tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan sumur bor Dusun Tejong Daya, Desa Ketangga, Kecamatan Suela.
Kasi Pidsus Kejari Lombok Timur, Ida Bagus Putu Swadharma menjelaskan, satu tersangka tersebut ialah AST selaku konsultan pengawas.
“Kami tahan Kamis (19 Juni) lalu,” katanya kepada NTBSatu, Senin, 23 Juni 2025.
Penahanan dilakukan setelah AST datang memenuhi panggilan pihak kejaksaan Timur. Penyidik kemudian menahannya di Lapas Selong, Lombok Timur selama 20 hari.
Diketahui, dalam kasus ini penyidik Pidsus Kejari Lombok Timur menetapkan empat tersangka. Selain AST, ada juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) inisial DS, pihak penyedia inisial ABS. Kemudian, M sebagai pihak pelaksana pekerjaan.
Dari keempatnya, hanya M yang hingga kini belum ditahan. Pihak Adhyaksa pernah melayangkan surat panggilan beberapa waktu lalu. Namun sampai hari ini yang bersangkutan tidak hadir tanpa alasan.
“Jadi, belum ada alasannya kenapa tidak hadir. Kita kembali layangkan surat pemanggilan, nanti juga berkoordinasi dengan pihak desa setempat,” jelas Putu Swadharma.
Ia sebelumnya menegaskan, jika para tersangka aerus mangkir dari pemanggilan, penyidik bakal melonjak upaya paksa.
Kasi Pidsus menjelaskan, alaskan jaksa menahan para tersangka karena khawatir jika mereka nantinya akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
Ancaman Pidana dan Denda
Jaksa menyangkakan para tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Ancaman pidananya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Kemudian denda paling sedikit Rp200 juta rupiah dan paling banyak Rp1 miliar rupiah,” ujarnya.
Kejaksaan dalam perkara ini telah memeriksa beberapa saksi. Mereka berasal dari kalangan Pemda Lombok Timur, Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sebagai penyalur proyek.
Sebagai informasi, anggaran pekerjaan proyek pembangunan sumur bor ini bersumber dari DIPA APBN tahun 2017. Proyek direalisasikan melalui Direktorat Pengembangan Daerah Rawan Pangan Kemendes PDTT RI. Nilainya Rp1,13 miliar. Proyek dikerjakan CV Samas.
Akibat perbuatan keempat tersangka, muncul kerugian keuangan negara sebesar Rp1.051.471.400. (*)