Lingkungan

Warga Gili Meno dan Walhi NTB Audiensi dengan DPRD Lombok Utara, Desak Segera Atasi Krisis Air

Mataram (NTBSatu) – Krisis air bersih dan kerusakan lingkungan yang menimpa Gili Meno, Gili Air, dan Gili Trawangan (Gili Matra) makin parah.

Perwakilan Warga Gili Meno, Masrun mengatakan, sejak 2021 telah mengajukan petisi penolakan terhadap aktivitas PT TCN yang mengakibatkan dampak kerusakan lingkungan yang nyata.

Ia menuduh, operasional PT TCN menyebabkan pencemaran berat pada ekosistem laut, merusak terumbu karang, dan mengancam mata pencaharian warga serta industri pariwisata setempat.

Warga Gili Meno bersama Walhi NTB melakukan audiensi ke DPRD Kabupaten Lombok Utara, Senin 11 November 2024. Audiensi bertujuan untuk mendorong DPRD agar melibatkan seluruh stakeholder terkait, guna menghasilkan solusi konkret atas masalah tersebut.

“Banyak ternak mati akibat dehidrasi, sementara distribusi air tandon tidak memadai dan memicu konflik antarwarga. Pemerintah harus menyalurkan pipa air dari Gili Air ke Gili Meno dan Gili Trawangan, sesuai hasil diskusi publik sebelumnya,” ungkap Masrun.

IKLAN

Sementara itu, Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadi menyoroti kerusakan ekosistem bawah laut akibat pembuangan limbah PT TCN. Ia mengungkapkan, izin pemanfaatan ruang laut perusahaan tersebut telah dicabut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tapi perusahaan tetap beroperasi.

“Walhi juga menilai bahwa penyusunan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) tidak sesuai prinsip-prinsip lingkungan. Pemerintah harus tegas dalam penegakan hukum,” terang Amry.

Eksekutif Nasional Walhi, Ferry Widodo menegaskan, pihaknya akan membuka ruang diskusi dengan pihak legislatif. Hal itu bertujuan untuk menghitung kerugian ekonomi warga akibat kerusakan lingkungan di Gili Matra, dan juga persoalan-persoalan lainnya.

IKLAN

DPRD Segera Gelar Rapat

Atas hal ini, DPRD Lombok Utara mengumumkan rencana rapat dengan sektor terkait, pada Rabu atau Kamis mendatang. DPRD menekankan, KKP telah menolak izin PT TCN sebanyak tiga kali. Namun, kendala muncul akibat kontrak kerja sama antara pemerintah daerah dan perusahaan yang sulit batal.

“Solusi jangka pendek adalah mendorong PDAM untuk meningkatkan persediaan air ke Gili Meno. Sementara, solusi jangka panjangnya adalah pembangunan pipa bawah laut dari Gili Air ke Gili Meno dan Gili Trawangan,” kata Ferry.

Anggota DPRD, Nasrudin menjelaskan, KPBU tidak memperhatikan prinsip lingkungan. Ia pun menyatakan, DPRD telah menolak kerja sama ini sejak 2020.

Ia mendesak pemerintah segera melunasi biaya pengangkutan air tandon, serta meminta BPBD menyalurkan air bersih darurat ke Gili Matra.

“Dampak kerusakan lingkungan bukan hanya pada terumbu karang, tapi seluruh ekosistem yang terancam di wilayah tersebut,” beber Nasrudin.

Krisis di Gili Matra ini mendorong desakan warga, Walhi, dan anggota dewan agar pemerintah segera mengambil tindakan konkret. Tujuannya untuk melindungi lingkungan dan menyediakan akses air bersih yang berkelanjutan. Krisis air bersih yang melanda Gili Meno semakin parah; warga kini harus membeli air dari luar pulau.

Limbah penyulingan PT TCN mengandung salinitas tinggi yang mencemari laut, dan mempercepat kerusakan terumbu karang. Bahkan, warga mengatakan ini bukan lagi krisis air bersih, tetapi darurat. Sebab, puluhan ternak seperti sapi, kambing warga pun mati karena dehidrasi dan belasan dijual murah.

Beberapa waktu lalu, sebanyak 11 warga yang kritis terhadap PT TCN dipanggil polisi, diduga sebagai upaya pembungkaman. Walhi NTB menegaskan, ini adalah gerakan damai dan segala intimidasi merupakan pelanggaran HAM.

Warga Gili Meno, dengan dukungan Walhi NTB, mendesak pemerintah untuk melindungi hak mereka dalam memperjuangkan lingkungan sehat tanpa rasa takut. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button