HEADLINE NEWSLingkungan

Pemerhati Kehutanan Anggap Wacana Pengurangan KPH akan Memperparah Laju Kerusakan Hutan NTB

Jakarta (NTBSatu) – Wacana pengurangan jumlah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di NTB dari 15 menjadi 7 unit, mulai mencuat.

Merespons hal tersebut, Pemerhati Kehutanan NTB, Muhammad Ridha Hakim mengatakan, pemerintah perlu berhati-hati dan mempertimbangkan banyak faktor dalam memutuskan pengurangan KPH tersebut.

Ridha menekankan, pentingnya melakukan kajian komprehensif sebelum mengambil keputusan. Jika tujuannya untuk menata ulang dan memperbaiki pengelolaan hutan, katanya, maka kebijakannya harus benar-benar tepat di NTB.

Selain itu, ia menegaskan bahwa tata kelola hutan lestari tidak bisa terlepas dari aspek pengelolaan. Hal itu mencakup keserasian antara pengukuhan dan penetapan kawasan hutan, dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).

“Kawasan hutan harus dipandang sebagai satu kesatuan landscape ekonomi, politik, sosial, dan tata ruang yang utuh,” ujarnya kepada NTBSatu, Selasa 11 Maret 2025.

IKLAN

Ridha menjelaskan, luas wilayah KPH di NTB berkisar antara 27 hingga 90 ribu hektare per 1 maupun 2 unit KPH. Angka itu berdasarkan kebutuhan kawasan.

Namun, sambungnya, jumlah tersebut masih belum ideal jika dibandingkan dengan keterbatasan yang ada.

“Sebuah KPH ideal bukan hanya memiliki kantor dan mobil operasional. Tetapi harus mampu mengelola sumber daya hutan secara mandiri, termasuk dalam aspek keuangan. Kemandirian ini penting agar KPH bisa mengidentifikasi persoalan di lapangan dan menyediakan solusi yang tepat dan cepat,” tambahnya.

Sejumlah Tantangan KPH di NTB

Selain sarana dan prasarana, Ridha menyoroti pentingnya perencanaan pengelolaan hutan dan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional.

Baginya, KPH bisa lebih fleksibel dalam pengelolaan anggaran jika telah menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

IKLAN

“Seluruh kawasan hutan harus memiliki wilayah pengelolaan yang jelas, agar bisa dikelola secara lestari. KPH, sebagai bagian dari sistem pengelolaan hutan nasional memiliki peran strategis dalam memastikan keberlanjutan pengelolaan hutan,” terangnya.

Tak hanya itu, ia merincikan berbagai tantangan dalam sektor kehutanan di NTB. Seperti hak kelola atau tenurial yang belum terselesaikan, kapasitas manajemen hutan yang masih terbatas, dan lemahnya penegakan hukum.

“Jika pengurangan jumlah KPH tanpa kajian mendalam, maka ada resiko sistem pengelolaan hutan menjadi tidak efektif. Yang bisa meningkatkan laju deforestasi,” tegas Ridha.

Tujuan Pembentukan KPH

Ia menambahkan, bahwa pembentukan KPH di NTB awalnya untuk mencapai pengelolaan hutan yang lebih efektif, adil, dan berkelanjutan.

“Tapi sejak didirikan, KPH masih menghadapi berbagai kendala. Seperti kebijakan yang kompleks dan sering berubah, serta tantangan dalam menjalankan tugasnya,” ungkapnya.

Dalam konteks regulasi, Ridha mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Regulasi ini memberikan dua landasan utama bagi KPH. Yakni tanggung jawab organisasi (Pasal 40) serta rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan jangka pendek (Pasal 120).

Sementara itu, Pasal 123 mengatur tugas dan fungsi organisasi KPH sebagai bagian dari administrasi yang membantu tugas pemerintah.

“Profesionalisme kehutanan harus bergerak berdasarkan fakta lapangan, ilmu pengetahuan, serta nilai dan etika. Di sinilah letak perbedaan antara KPH dan Dinas Kehutanan. KPH berperan sebagai pengelola hutan di tingkat tapak, sedangkan Dinas Kehutanan lebih berfokus pada administrasi pemerintahan,” terangnya.

Dengan mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, Ridha menekankan keputusan pengurangan jumlah KPH harus dengan cermat. Sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pengelolaan hutan di NTB.

“15 Unit KPH di NTB dibentuk bertujuan untuk mencapai pengelolaan hutan yang lebih efektif, adil dan berkelanjutan. Sebuah tugas yang terbukti dipenuhi berbagai tantangan,” tandas Ridha. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button