Bedah Kemiskinan Sumbawa, Badrul Munir: Ini Bukan Kerja Dinas Sosial, tapi Semua OPD!
Sumbawa Besar (NTBSatu) – Mantan Wakil Gubernur NTB, Ir. H. Badrul Munir, M.M., membedah dinamika kemiskinan Kabupaten Sumbawa yang berjalan lambat dalam satu dekade terakhir.
Ia hadir sebagai narasumber dalam Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Sumbawa, di Ruang Rapat Bappeda Kabupaten Sumbawa, pada Kamis, 11 Desember 2025.
Badrul Munir mengkritik pola pikir birokrasi pemerintah. Menurutnya, pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kerap salah kaprah memahami pengentasan kemiskinan sebagai tugas sektoral semata.
“Kenapa angka kemiskinan lambat turun? Karena birokrasi menganggap ini hanya kerja dinas sosial. Mereka lupa, semua program OPD muaranya harus menyejahterakan rakyat,” tegasnya.
Ia memaparkan data penurunan kemiskinan Sumbawa hanya mencapai rata-rata 0,49 persen per tahun. Padahal, akumulasi APBD mencapai angka trilliunan sudah digelontorkan selama periode evaluasi 2015-2025.
Badrul Munir menilai, pemerintah sering terjebak pada bantuan sosial tanpa menyentuh akar masalah, yakni kedalaman dan keparahan kemiskinan ekstrem.
“Pemerintah menganggap tugas selesai saat bansos atau PKH cair. Padahal, warga miskin ekstrem butuh daya ungkit hingga 161 persen agar bisa mentas. Ini yang birokrasi sering luput,” ujarnya.
Tawarkan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Dapil
Tokoh senior NTB ini mengingatkan, potensi besar program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencapai nilai sekitar Rp700 miliar. Ia meminta, Pemkab Sumbawa pasang badan memastikan perputaran uang tetap di daerah, bukan mengalir ke luar.
“Jangan sampai ekonomi kita kering. Telur, daging, dan sayur untuk MBG jangan ambil dari luar, seperti Banyuwangi. Peternak lokal harus jadi pemasok utama,” jelasnya.
Ia mencontohkan, kebutuhan telur harian yang sangat besar untuk program tersebut. Jika pemerintah daerah jeli, ini menjadi momentum emas membangkitkan peternak dan petani lokal.
Selain itu, Badrul menyoroti kekayaan sumber daya alam Sumbawa yang belum tergarap maksimal. Sumbawa menyumbang 93 persen ekspor udang NTB, khususnya dari kawasan Samota.
Untuk mengatasi stagnasi ini, Badrul menawarkan solusi konkret berupa target penurunan kemiskinan berbasis daerah pemilihan (dapil).
“Setiap dapil harus punya target angka penurunan. Anggota DPRD dan eksekutif fokus bedah data per wilayah. Jangan jalan sendiri-sendiri,” ungkapnya.
Badrul Munir mengajak seluruh elemen bergerak bersama, mengubah sapi hidup menjadi industri daging beku, dan memaksimalkan potensi tambak agar Sumbawa berdaya.
“Kita harus kolaborasikan anggaran daerah dengan pusat. Ekonomi harus bergerak dari desa agar Sumbawa tidak sekadar jadi penonton di rumah sendiri,” tambahnya. (*)



