BERITA NASIONAL

Profil Sejarah Sultan Bima XIV Muhammad Salahuddin Pahlawan Nasional 2025 dari Tanah Mbojo

Mataram (NTBSatu) – Hari Pahlawan 10 November 2025 menjadi momen penting bagi masyarakat NTB karena pemerintah menetapkan Sultan Bima XIV Muhammad Salahuddin sebagai Pahlawan Nasional.

Penetapan ini menunjukkan penghargaan terhadap perjuangan Sultan Salahuddin yang memajukan pendidikan dan menjaga martabat rakyat Bima saat penjajahan.

Sosok Sultan Muhammad Salahuddin kini menjadi teladan bagi generasi muda karena kepemimpinan, keberanian, dan dedikasinya terhadap kemajuan rakyat.

Masyarakat Bima merasa bangga karena perjuangan panjang sang Sultan akhirnya mendapatkan pengakuan nasional setelah puluhan tahun lamanya.

Profil Sultan Muhammad Salahuddin

Melansir Tirto.id, Sultan Bima XIV Muhammad Salahuddin lahir di Bima, NTB, pada 14 Juli 1889 atau bertepatan dengan 15 Zulhijjah 1306 Hijriah. Ia merupakan putra Sultan Ibrahim (Sultan XIII) dan permaisurinya, Siti Fatimah binti Lalu Yusuf Ruma Sakuru.

Dalam keluarganya, Sultan Salahuddin memiliki 11 saudara, tiga di antaranya saudara kandung, yaitu Abdullah Ruma Haji, Abdul Qadim Ruma Siso, dan Nazaruddin Ruma Uwi.

Sultan Salahuddin menikah dengan Siti Maryam binti Muhammad Qurays, Perdana Menteri Bima, dan dikaruniai lima putri.

Kelimanya adalah Siti Fatimah Paduka Putri, Siti Aisyah, Siti Hadijah, Siti Kalisom, dan Siti Saleha. Ia kemudian menikah dengan Siti Aisyah, putri Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin, dan memperoleh seorang putra bernama Abdul Kahir (Sultan Abdul Kahir II) serta tiga putri, yaitu Siti Maryam, Siti Halimah, dan Siti Jahara.

Sejak kecil, Sultan Salahuddin menekuni pendidikan agama dan ilmu pemerintahan dari para ulama serta pejabat istana.

Ia mendalami ilmu tauhid, politik, Al-Qur’an, dan hadis. Semangat belajarnya semakin besar setelah ia berguru kepada dua ulama terkenal, H. Hasan dari Batavia dan Syekh Abdul Wahab dari Mekah.

Sultan Salahuddin dikenal gemar membaca dan menulis. Koleksi buku-bukunya yang berisi karya ulama besar, termasuk tulisan Imam Syafi’i, kini tersimpan di Museum Samparaja Bima.

Salah satu karyanya berjudul Nurul Mubin yang mengulas akidah Islam serta makna dua kalimat syahadat sebagai pedoman keilmuan zamannya.

Kepemimpinan dan Perjuangan Membangun Rakyat Bima

Majelis adat Bima mengangkat Sultan Muhammad Salahuddin sebagai Jena Teke atau Putra Mahkota pada 2 November 1899, lalu sebagai Jeneli Donggo atau kepala wilayah pada 23 Maret 1908.

Setelah ayahnya wafat pada 1915, ia memegang kendali pemerintahan dan secara resmi dinobatkan sebagai Sultan Bima XIV pada 1917. Ia memimpin hingga 1951 dengan penuh tanggung jawab dan semangat pembaruan.

Pada masa pemerintahannya, Sultan Salahuddin menaruh perhatian besar terhadap pendidikan. Ia membangun sekolah HIS di Kota Raba pada 1921 sebagai lembaga pendidikan modern pertama di Bima, lalu mendirikan Sekolah Kejuruan Wanita setahun kemudian.

Ia juga memperluas akses pendidikan umum dan agama ke seluruh kecamatan serta memberikan beasiswa kepada pelajar berprestasi agar melanjutkan studi ke Makassar, Jawa, hingga Timur Tengah.

Selain itu, ia memimpin Dewan Raja-Raja Sumbawa tahun 1949 setelah mendapat persetujuan Sultan Dompu dan Sultan Sumbawa.

Kepemimpinannya memperkuat kerja sama antar kerajaan dan memperkokoh persatuan di wilayah Nusa Tenggara Barat.

Sultan Muhammad Salahuddin meyakini bahwa kekuatan sejati bangsa terletak pada kecerdasan rakyat, bukan pada luasnya wilayah atau besarnya kekuasaan.

Kemudian, pandangan tersebut menjadikannya sosok pemimpin pembaharu yang mengutamakan ilmu dan kesejahteraan sosial.

Gelar Pahlawan Nasional 2025 menegaskan dedikasinya sebagai tokoh besar dari Tanah Mbojo yang mengangkat martabat rakyat melalui ilmu, keberanian, dan kepemimpinan bijak. (*)

IKLAN

Berita Terkait

Back to top button