Ahli Bela Diri Kasus Brigadir Nurhadi Meninggal Dunia, Jaksa Cari Pengganti
Mataram (NTBSatu) – Ahli bela diri pada kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, Sensei Burhanudin meninggal dunia. Jaksa siapkan ahli lainnya.
Sensei Burhanudin kabarnya meninggal dunia pada Minggu, 2 November 2025. Kendati demikian, perwakilan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Mataram, Ahmad Budi Muklish mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut.
“Saya rasa tidak membuat kita sulit untuk membuktikannya,” jelasnya, Rabu, 5 November 2025.
Kejaksaan berencana mencari ahli bela diri lain yang akan menggantikan almarhum untuk memberikan keterangan di persidangan.
“Mungkin kami akan mencari ahli bela diri lainnya,” tegasnya.
Menurut Muklish, proses pembuktian akan terus berjalan. Selama persidangan ke depan, pihaknya akan menghadirkan ahli lain. Salah satunya ahli pidana.
“Menurut saya itu tidak ada masalahnya,” ucapnya.
Untuk pembuktian, JPU akan membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Sensei Burhanudin. “Ya, tetap kita bacakan nanti di persidangan,” ujarnya.
Sebelumnya, untuk memperkuat pembuktian jaksa meminta penyidik Polda NTB untuk memeriksa ahli agar bisa meyakinkan JPU di persidangan. Pada kesaksiannya, almarhum Sensei Burhanudin memberikan keterangan Brigadir Nurhadi meninggal karena dipiting.
Keterangan itu bertolak belakang dengan ahli dokter forensik, dr. Arfi Syamsun yang menyatakan korban meninggal karena dicekik. Kondisi itu yang menyebabkan korban Brigadir Nurhadi mengalami patah tulang pangkal lidahnya.
Di kasus ini kepolisian menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Gde Aris Chandra Widianto. Satu lagi perempuan Misri Puspita Sari.
Dari ketiganya, baru Yogi dan Aris yang menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Keduanya terjerat Pasal 338 tentang pembunuhan; Pasal 354 ayat (2) KUHP tentang penganiyaan berat yang menyebabkan orang meninggal dunia; dan atau Pasal 351 ayat (3) tentang penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia; dan atau Pasal 221 KUHP tentang tindak pidana menghalangi proses hukum.
Sementara itu, Misri Puspita Sari hanya dijerat berdasarkan Pasal 221 KUHP. (*)



