Pertumbuhan Ekonomi NTB Tertinggal dari Bali-NTT, Pengamat: Daerah Lain Cepat Rebound
Mataram (NTBSatu) – Ketertinggalan ekonomi Provinsi NTB di tengah kebangkitan ekonomi kawasan timur Indonesia, menjadi perhatian kalangan akademisi.
Ketua Lembaga Pengembangan Ekonomi Wilayah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram (LPE FEB Unram), Dr. Saipul AM menilai, kondisi ini sebagai sinyal struktural. Sebab, perekonomian NTB masih bergantung secara berlebihan pada sektor pertambangan yang bersifat fluktuatif.
“Ketika provinsi lain di kawasan timur, seperti Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil rebound, tumbuh berkat penguatan sektor pariwisata, jasa, dan pertanian. NTB justru mengalami kontraksi akibat penurunan aktivitas tambang. Hal ini menunjukkan perlunya reposisi strategi ekonomi daerah agar tidak terus tertinggal,” ujarnya pada NTBSatu, Senin, 20 Oktober 2025.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi NTB pada triwulan II tahun 2025 mengalami kontraksi minus 0,82 persen (year-on-year), kedua terendah setelah Papua Tengah.
Sementara itu, Bali mencatat pertumbuhan 5,95 persen, tertinggi keempat nasional. NTT tumbuh 5,44 persen pada periode yang sama, menempatkannya pada urutan tertinggi ketujuh nasional.
Penurunan produksi pertambangan sebesar 29,9 persen menjadi faktor utama kontraksi tersebut, meskipun sektor non-tambang masih tumbuh positif 6,08 persen.
Dr. Saipul menjelaskan, kontraksi yang terjadi selama dua kuartal berturut-turut mengindikasikan kerentanan struktural dalam perekonomian daerah.
“Selama ketergantungan terhadap sektor ekstraktif belum dikurangi, NTB akan terus menghadapi risiko yang tinggi terhadap gejolak harga komoditas global. Padahal, NTB memiliki potensi besar di sektor pariwisata, pertanian, dan peternakan yang bisa dikembangkan menjadi sumber pertumbuhan baru,” ungkapnya.
Sementara itu, sebelumnya Pj Sekretaris Daerah Provinsi NTB, Lalu Mohammad Faozal menyampaikan, dampak perlambatan sektor tambang terhadap masyarakat tidak terlalu signifikan.
“Jika sektor tambang dikeluarkan dari perhitungan, pertumbuhan ekonomi NTB mencapai 6,08 persen. Artinya, daya beli masyarakat tetap terjaga dan tidak ada gejolak berarti di tingkat konsumsi rumah tangga,” ujarnya akhir September lalu.



