Beda Langit dan Bumi, Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara dan NTB

Mataram (NTBSatu) – Provinsi Maluku Utara berhasil menempati posisi teratas pertumbuhan ekonomi nasional, pada kuartal II tahun 2025. Sementara itu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) justru berada di posisi kedua terbawah.
Berdasarkan data terbaru, ekonomi Maluku Utara tumbuh pesat hingga 32,09 persen, sedangkan NTB hanya mencatat 0,82 persen (year on year). Perbedaan tajam ini memperlihatkan kesenjangan kinerja ekonomi antarwilayah yang cukup signifikan dengan potensi serupa, yaitu tambang.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Maluku Utara, Dwi Putra Indrawan menyebutkan, meskipun pertumbuhan ekonomi Maluku Utara menurun dari 34,41 persen pada triwulan sebelumnya, daerah tersebut tetap memegang rekor tertinggi secara nasional.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan NTB yang kembali terpuruk di posisi dua terbawah, hanya sedikit lebih baik dari Papua Tengah yang mengalami kontraksi hingga minus 9,83 persen.
Kunci Sukses Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara
Kekuatan ekonomi Maluku Utara bersumber dari sektor pertambangan dan hilirisasi mineral, yang berkembang pesat di kawasan industri.
Dwi Putra Indrawan menyebut, keberadaan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan Weda Bay Nickel (WBN) yang mulai beroperasi sejak 2018 menjadi motor utama penggerak ekonomi provinsi tersebut.
“Kehadiran IWIP dan WBN juga memicu pertumbuhan berbagai sektor usaha. Mulai dari akomodasi, kuliner, hiburan, hingga jasa perbengkelan dan laundri yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat sekitar,” ungkap Dwi, mengutip Kompas.com, Kamis, 16 Oktober 2025.
Dwi menambahkan, kedua perusahaan tersebut telah menyerap puluhan ribu tenaga kerja dengan sekitar 75 persen pekerja berasal dari Maluku Utara. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya terjadi di tingkat provinsi, tetapi juga merata hingga kabupaten.
Di Kabupaten Halmahera Tengah, pusat aktivitas industri tambang dan pengolahan, pertumbuhan ekonomi mencapai 60,77 persen pada periode yang sama. Angka tersebut menjadikan Halmahera Tengah sebagai salah satu daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia.
Keberhasilan Maluku Utara menunjukkan hilirisasi mineral mampu menciptakan efek berantai terhadap berbagai sektor produktif, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing ekonomi daerah.
Penyebab Ekonomi NTB Tertekan
Berbanding terbalik dengan Maluku Utara, perekonomian NTB justru tertekan akibat anjloknya sektor pertambangan. Padahal, punya potensi yang sama seperti tambang. Namun, NTB masih gagal melakukan hilirisasi industri mineral.
Penurunan hingga minus 29,93 persen pada sektor pertambangan memberikan tekanan besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah, mengingat pertambangan masih menjadi penopang utama ekonomi NTB.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Wahyudin menyebut, ketika sektor tambang keluar dari perhitungan, ekonomi NTB justru tumbuh positif.
“Kalau sektor tambang dikeluarkan, ekonomi NTB justru tumbuh positif 6,08 persen. Naik dari kuartal I sebelumnya, 5, 57 persen. Artinya, mesin-mesin baru selain tambang mulai bergerak,” jelasnya pada pertengahan Agustus lalu.
BPS mencatat, sektor industri pengolahan melonjak 66,19 persen, didorong mulai beroperasinya Smelter PT Amman Mineral. Meski belum mendapat relaksasi ekspor.
“Hasil tambang yang keluar dari PT Amman langsung diolah oleh Smelter dan itu tercatat sebagai output industri. Jadi wajar kalau industri pengolahan tumbuh sangat tinggi,” jelasnya. (*)