Jakarta (NTBSatu) – Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap usulan agar aktivis buruh, Marsinah, diangkat sebagai Pahlawan Nasional yang mewakili kaum buruh.
Hal tersebut ia sampaikan saat pidato peringatan Hari Buruh Internasional alias May Day di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Mei 2025.
Nama Marsinah muncul saat Prabowo bertanya kepada sejumlah pimpinan serikat buruh dan pekerja.
Saudara-saudara, atas usul dari pimpinan tokoh buruh, mereka sampaikan ke saya, “Pak, kenapa sih pahlawan nasional tidak ada dari kaum buruh?” Saya tanya, kalian ada saran enggak? Coba kalian berembuk usulkan pahlawan dari kaum buruh,” ujar Prabowo mengutip live YouTube Sekretariat Presiden.
“Dan mereka sampaikan, “Bagaimana kalau Marsinah jadi pahlawan nasional?” Asal seluruh pimpinan buruh mewakili kaum buruh sepakat, saya akan mendukung Marsinah jadi pahlawan nasional,” sambungnya menambahkan.
Profil Marsinah
Marsinah adalah buruh wanita asal Nganjuk, Jawa Timur. Dia bekerja sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Marsinah lahir pada 10 April 1969. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini Kakaknya dan Wijiati Adiknya.
Marsinah merupakan anak dari pasangan Astin dan Sumini di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.
Ibu Marsinah meninggal saat dia berusia tiga tahun. Sehingga, dia diasuh dan dibesarkan oleh neneknya, Paerah, yang tinggal bersama paman dan bibinya, pasangan Suraji-Sini.
Beranjak dewasa, pada tahun 1989, Marsinah hijrah ke Surabaya untuk mencari pekerjaan. Dia sempat menumpang di rumah kakaknya, Marsini.
Dia pertama kali bekerja di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut. Tetapi, gajinya jauh dari cukup sehingga untuk memperoleh tambahan penghasilan.
Marsinah juga berjualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharga Rp150 per bungkus. Hingga akhirnya, Marsinah pindah bekerja di sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, bernama PT Catur Putra Surya (CPS).
Saat bekerja di PT CPS itu, Marsinah terkenal vokal terkait kesejahteraan buruh. Dia bahkan terkenal sebagai aktivis dalam organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.
Suaranya yang vokal memperjuangkan nasib buruh membuat Marsinah harus kehilangan nyawanya.
Pimpin Demo Kenaikan Upah
Pada 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk di Dusun Jegong, Nganjuk, Jawa Timur. Namun, hasil forensik menyatakan Marsinah sudah tewas sehari sebelumnya
Kematian Marsinah banyak yang mengaitkannya dengan sikapnya yang vokal untuk menyuarakan nasib para buruh.
Marsinah memimpin unjuk rasa kenaikan gaji Rp1.700 menjadi Rp2.250 pada 4 Mei 1993. Namun, karena negosiasi dengan perusahaan tidak menemui titik terang, akhirnya Marsinah dan kawan-kawannya menempuh cara yang lazim dalam gerakan buruh, yakni mogok kerja.
Hingga pada 5 Mei 1993 malam, lima orang “algojo” PT CPS menculik dan menyiksa Marsinah.
Selama empat hari Marsinah menghilang, tiba-tiba jasadnya ditemukan pada 9 Mei 1993 dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk, sekitar 200 meter dari tempatnya bekerja.
Hasil visum menunjukkan bahwa Marsinah mendapat perlakuan penyiksaan dan pemerkosaan sebelum orang-orang membunuhnya.
Kematian Marsinah yang tidak wajar itu mendapat reaksi keras dari para aktivis dan masyarakat luas. Mereka menuntut pihak aparat keamanan untuk menyelidiki dan mengadili para pelakunya.
Semenjak saat itu, Marsinah menjadi simbol perjuangan bagi para buruh di Indonesia. (*)