Mataram (NTBSatu) – Krisis distribusi ternak dari Pulau Sumbawa ke Pulau Jawa kembali mencuat.
Para peternak asal Bima mengeluhkan antrean truk yang mengular hingga dua hingga tiga hari, minimnya kapal pengangkut. Hingga kasus sapi yang pingsan dan mati akibat kelelahan serta kekurangan pakan.
Berdasarkan data tim LKSA LPEPM Bima, hanya ada satu kapal menuju Banyuwangi yang beroperasi setiap dua hari. Daya tampung satu kapal tersebut maksimal 18 truk.
Sementara jumlah truk yang tertahan mencapai lebih dari 200 unit. Akibatnya, delapan ekor sapi mati per hari hingga Sabtu, 19 April 2025.
Menanggapi kondisi ini, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB, Lalu Wirajaya meminta instansi terkait segera mengambil langkah konkret untuk mencegah kerugian lebih besar bagi para peternak.
“Ini harus ditanggapi dengan gerak cepat. Tambah armada, buka jalur logistik alternatif jika perlu. Jangan biarkan peternak kita terus menanggung beban,” ujar Wirajaya, Senin, 21 April 2025.
Ia menegaskan, pentingnya ketersediaan pakan selama proses pengiriman dan mendesak agar jalur distribusi ternak tidak dibiarkan stagnan.
Wirajaya juga mengecam dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang dilaporkan terjadi di beberapa titik, seperti Jembatan Timbang Madapangga, Pelabuhan Pototano, hingga Gili Mas. Pungli tersebut sebesar Rp30.000 per ekor atau Rp50.000 per truk.
“Kalau ada bukti, laporkan. Kami siap kawal. Jangan biarkan ada oknum yang memperkeruh keadaan dan menambah beban peternak,” tegasnya.
Ia juga mendorong komisi terkait di DPRD NTB untuk segera turun ke lapangan melakukan investigasi dan koordinasi lintas instansi.
Menurutnya, distribusi ternak adalah urat nadi ekonomi masyarakat NTB. Sehingga tidak boleh ada pembiaran, kelalaian oleh birokrasi atau perilaku ilegal.
“Kita harus pastikan distribusi berjalan adil, cepat, dan tanpa beban tambahan yang tak masuk akal. Ini soal ketahanan ekonomi lokal,” tutupnya. (*)