Jakarta (NTBSatu) – Pengalaman terlibat dan berinterkasi dengan organisasi non pemerintah (NGO) selama di Lombok, NTB, menjadi bekal berharga bagi Julmansyah, S.Hut., M.A.P., dalam menangani berbagai persoalan dalam lingkup kerjanya.
Pada tanggal 24 Januari 2025 lalu, Julmansyah mendapatkan amanah baru. Ia dilantik sebagai Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kementerian Kehutanan RI.
Ia mengatakan, interaksi dengan komunitas dan keterlibatannya dalam berbagai pelatihan masyarakat selama ini, sangat membantunya menjalankan peran sebagai mediator. Khususnya dalam bidang konflik tenurial.
“Tupoksi utama kita adalah mediasi, terutama dalam konflik tenurial. Baik konflik antara masyarakat dengan perusahaan, konflik masyarakat dengan masyarakat. Konflik masyarakat adat, dan macam-macam,” ujarnya kepada NTBSatu di ruangannya, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
Mantan Kepala Dinas LHK NTB ini juga menyoroti berbagai persoalan yang sering muncul di lapangan. Seperti penggunaan kawasan hutan secara ilegal dan ekspansi perkebunan sawit ke dalam kawasan hutan.
“Pengalaman memberi banyak manfaat. Buktinya terbantu sekali ketika memediasi persoalan-persoalan konflik tenurial,” jelasnya.
Terus Belajar
Mantan Pj. Bupati Kabupaten Sumbawa Barat ini juga menekankan, pentingnya pembelajaran dari pengalaman masa lalu sebagai bekal masa depan. Ia sering mengingatkan kepada rekan-rekannya dan juniornya, untuk terus belajar sekecil apa pun dari tugas yang diberikan.
“Apa yang kita lakukan hari ini akan menentukan masa depan kita. Pengetahuan dari masa lalu akan membawa manfaat di kemudian hari. Belajar aja, jadi tukang bawa map juga ndak masalah, karena tidak ada sesuatu yang instan,” papar Julmansyah.
Dengan berpindah kerja ke Jakarta, saat ini ia melihat tantangan yang lebih luas. Jika sebelumnya hanya berfokus pada NTB, kini berbagai persoalan dari seluruh Indonesia.
Julmansyah menganggap, perubahan ini sebagai kesempatan untuk memperkaya pengalaman, memperluas jaringan, serta berkontribusi bagi NTB dari tempat yang berbeda.
“Dulu kita melihat NTB, sekarang kita melihat Indonesia dengan segala keragamannya. Pindah ke Jakarta adalah tantangan baru, cara bekerja yang baru, serta kesempatan untuk memperluas wawasan dan interaksi dengan lebih banyak orang. Mungkin saja, kita bisa membantu NTB dari sini,” pungkasnya. (*)