Mataram (NTBSatu) – Sebuah kapal milik warga Sangiang, Kecamatan, Wera, Kabupaten Bima dikabarkan terbalik dan tenggelam di sekitar perairan Sangiang, Selasa, 11 Februari 2025 sekitar pukul 13.00 Wita.
Rescuer Kantor Pos SAR Bima, Mohammad Syahrum mengatakan, kapal tersebut ditumpangi enam orang warga Sangiang, Wera, yang hendak pergi berladang di Pulau Sangiang.
Namun, dalam pertengahan jalan, kapal mereka terbalik dan tenggelam akibat gelombang tinggi.
“Kapal mereka tenggelam di tengah laut, dugaannya karena gelombang tinggi,” kata Syahrum kepada NTBSatu, Selasa, 11 Februari 2025.
Untungnya, ujar Syahrum, keenam orang yang menumpangi kapal tersebut selamat dan berhasil pihaknya evakuasi.
“Sekarang lagi digeret sampannya ke Pulau Sangiang oleh tim. Karena belum bisa ke daratan, karena gelombang tinggi,” ujar Syahrum.
Sementara untuk kondisi korban, Syahrum belum mendapatkan informasi resmi dari tim yang melakukan pencarian.
“Dari teman-teman yang melakukan pencarian, mereka sudah dievakuasi dan sudah di atas sampan semua. Tinggal sampannya lagi diupayakan digeret,” pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengeluarkan peringatan dini potensi cuaca ekstrem di wilayah NTB, tanggal 10-13 Februari 2025.
Cuaca ekstrem ini berpotensi melanda 10 kabupaten/kota di NTB, dengan puncaknya pada tanggal 13 Februari 2025
Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Zainuddin Abdul Majid, Satria Topan Primadi menjelaskan, saat ini terdapat gangguan atmosfer yang meningkatkan potensi cuaca ekstrem di NTB.
“Hasil analisis menunjukkan adanya bibit siklon tropis 96S di perairan barat Australia. Serta, perlambatan kecepatan angin (konvergensi) yang memicu terbentuknya awan konvektif di NTB,” ujarnya dalam keterangan resminya, Senin, 10 Februari 2025.
Selain itu, kelembapan udara yang tinggi di berbagai lapisan atmosfer serta fenomena La Nina yang masih aktif turut memperparah kondisi.
Faktor-faktor ini menyebabkan pertumbuhan awan Cumulonimbus yang berpotensi menimbulkan hujan lebat, angin kencang, petir, serta risiko bencana hidrometeorologi. (*)