Mataram (NTBSatu) – Pariwisata NTB kembali menghadapi tantangan besar. Badan Pusat Statistik (BPS) NTB melaporkan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang November 2024 hanya mencapai 36,2 persen.
Dari angka itu turun signifikan 7,65 poin sejak Oktober 2024 sebanyak 43,89 persen. Dan jika dengan November 2023, penurunan mencapai 4,0 persen.
Selain itu, TPK hotel non-bintang juga mengalami tren serupa. Pada November 2024, tingkat penghunian hotel non-bintang tercatat 25,25 persen. Menurun 2,94 poin sejak Oktober 2024.
Meski ada peningkatan kecil sebesar 2,95 poin dibandingkan November 2023, angka ini tetap menunjukkan minimnya daya tarik akomodasi di NTB. Angka itu BPS NTB rilis pada Kamis, 2 Januari 2024 lalu.
Wisman Menurun Tajam
Penurunan juga terlihat dari jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk melalui Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM) Lombok.
Pada November 2024, hanya 4.947 orang tercatat, turun drastis sebesar 30,99 persen dibandingkan Oktober 2024.
Wisman ASEAN mendominasi dengan 2.679 orang, kemudian Eropa 1.334 orang dan Asia non-ASEAN 563 orang.
Ironisnya, data ini kontras dengan upaya promosi besar-besaran yang sebelumnya pemerintah daerah galakkan. Yaitu kampanye wisata halal, event internasional, dan branding destinasi super prioritas. Namun, hasilnya masih jauh dari target.
Strategi Pariwisata Tak Efektif ?
Asisten II Setda Provinsi NTB, H. Fathul Gani, mengakui angka kunjungan wisman yang menginap di hotel bintang maupun non-bintang masih jauh di bawah ekspektasi.
“Ini menjadi pekerjaan rumah besar. Strategi dan langkah konkret harus dirancang ulang agar wisatawan tidak hanya berkunjung, tetapi juga memilih menginap di hotel-hotel NTB,” katanya.
Namun, kritik bermunculan. Para pelaku pariwisata mempertanyakan efektivitas program promosi yang pemerintah lakukan selama ini.
“Kampanye besar-besaran tidak cukup jika infrastruktur dan pelayanan wisata kita masih di bawah standar internasional. Belum lagi persaingan ketat dengan destinasi lain seperti Bali dan Labuan Bajo yang jauh lebih siap,” ujar Ketua Asosiasi Hotel Kota Mataram, I Made Adiyasa.
Transportasi dan Logistik: Sinyal Lain yang Buruk
Dalam laporan yang sama, BPS turut mencatat aktivitas transportasi laut juga lesu. Jumlah penumpang yang datang dan berangkat melalui pelabuhan laut NTB pada November 2024 masing-masing hanya 67.202 orang dan 69.228 orang.
Barang yang dibongkar di pelabuhan mencapai 289.021 ton. Sedangkan barang yang termuat hanya 55.056 ton.
Angka ini memunculkan pertanyaan, apakah sektor transportasi juga menjadi hambatan dalam mendukung pariwisata?
Hal ini terlihat dari minimnya sinergi antara sektor transportasi dan pariwisata. Dugaanya, ini menjadi salah satu penyebab lemahnya daya saing NTB di mata wisatawan internasional.
Menurut Adiyasa, untuk bangkit, NTB membutuhkan terobosan strategis, tidak sekadar kampanye promosi.
Ia menyebut, ada beberapa langkah yang perlu pemerintah prioritaskan, seperti diversifikasi destinasi. Artinya, mengembangkan destinasi wisata baru yang unik, berbeda dari Bali atau Labuan Bajo.
Kedua, peningkatan infrastruktur, dengan emastikan bandara, pelabuhan, jalan akses, dan fasilitas wisata mendukung kebutuhan wisatawan internasional.
Kemudian, kampanye digital yang terukur dengan menargetkan wisatawan melalui strategi pemasaran digital berbasis data.
Terakhir, berkolaborasi dengan industri global, dengan menggandeng agen perjalanan dan maskapai internasional untuk meningkatkan aksesibilitas dan minat wisatawan.
Ia turut menyoroti, bahwasanya penurunan TPK hotel dan jumlah wisman adalah sinyal serius bahwa pariwisata NTB berada di titik kritis.
Adiyasa mengatakan, pariwisata memiliki tiga elemen utama, destinasi, atraksi, dan akomodasi. Pengembangan pariwisata di NTB perlu diperluas. Tidak hanya berfokus pada keindahan alam, tetapi juga menciptakan destinasi baru yang inovatif.
“Selain itu, perlu memperbanyak atraksi budaya. Mengingat kekayaan budaya yang kita miliki sangat beragam,” imbuhnya.
Dari segi kualitas, standardisasi layanan pariwisata juga harus meningkat agar memenuhi harapan wisatawan.
Dengan semakin ketatnya persaingan antar destinasi wisata, Adiyasa menyebut NTB tidak dapat hanya mengandalkan wisata berbasis alam.
Diversifikasi produk wisata yang menarik dan berkualitas menjadi kunci untuk bersaing dan meningkatkan daya tarik pariwisata di daerah.
“Jika tidak ada perubahan mendasar dalam strategi, NTB berisiko kehilangan momentum sebagai destinasi unggulan,” tukas Adiyasa.
Saatnya pemerintah dan pelaku usaha bergerak cepat untuk merancang langkah konkret demi menghidupkan kembali sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah. (*)