Daerah NTB

Harga Pangan di NTB Meroket: Konsumen Tercekik, Pemerintah Diminta Tanggap

Mataram (NTBSatu) – Harga pangan di NTB terus meroket, terutama menjelang dan setelah pergantian tahun 2025.

Lonjakan harga berkisar 8–25 persen, dengan cabai dan sayuran menjadi komoditas yang paling terdampak.

Kenaikan ekstrem terlihat pada sayuran seperti kol putih yang melonjak dari Rp7–8 ribu menjadi Rp13 ribu per kilogram, dan terong lalapan dari Rp4–5 ribu menjadi Rp12 ribu.

Salah seorang warga Kota Mataram, Nursinah mengeluhkan dampak kenaikan harga ini pada anggaran rumah tangganya.

“Kenaikan ini bikin kaget. Apa-apa mahal, bahkan sayuran naik juga. Mau tidak mau, belanja harus dikurangi untuk menyesuaikan budget,” ungkapnya, Sabtu, 4 Januari 2025.

Kenaikan harga pangan di NTB yang signifikan menyulitkan konsumen maupun pedagang.

Dini, penjual telur ayam ras di Pasar Mandalika, menyebut bahwa harga telur ukuran sedang kini mencapai Rp57 ribu per tray. Naik dari Rp53 ribu.

“Sudah naik dari pengepulnya. Kalau tetap jual dengan harga lama, kami rugi,” ujarnya.

Tidak hanya telur, harga daging ayam ras kini Rp45 ribu per kilogram, naik dari Rp38 ribu. Tomat yang sebelumnya seharga Rp14 ribu per kilogram kini mencapai Rp17 ribu. Begitu juga dengan bawang merah, naik dari Rp40 ribu menjadi Rp48 ribu.

Penyebab Kenaikan: Cuaca dan Permintaan Tinggi

Menurut Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Baiq Nelly Yuniarti, kenaikan harga bahan pokok ini disebabkan oleh beberapa faktor. Termasuk cuaca buruk yang mengganggu pasokan.

“Stok sebenarnya masih aman, tetapi permintaan meningkat tajam karena momen tahun baru, sehingga harga melonjak,” jelasnya.

Kenaikan harga juga paling terasa pada klaster cabai. Harga cabai rawit kini Rp56 ribu per kilogram, naik dari Rp42 ribu. Cabai merah besar bahkan menyentuh Rp65 ribu per kilogram, naik dari Rp58 ribu.

“Kenaikan ini sangat signifikan, terutama di cabai rawit yang melonjak hingga Rp6.300 per kilogram,” tambah Nelly.

Fenomena kenaikan harga ini menunjukkan kurangnya kesiapan pemerintah dalam mengantisipasi fluktuasi harga di momen tertentu.

Minimnya regulasi untuk menjaga stabilitas harga dan meningkatkan ketahanan pangan lokal menjadi pekerjaan rumah yang mendesak.

Langkah konkret, seperti subsidi harga atau pembukaan pasar murah, perlu segera dilakukan untuk meringankan beban masyarakat.

Warga berharap pemerintah tidak hanya mengandalkan retorika stok aman tetapi juga memprioritaskan intervensi yang berdampak nyata di pasar.

“Kami berserta tim pengendali inflasi daerah menerjunkan operasi pasar murah ke beberapa titik lokasi agar inflasi tidak berkepanjangan,” pungkas Nelly. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button