Daerah NTB

AJI Mataram dan Monash University Paparkan Temuan Polarisasi dan Ujaran Kebencian di Pilkada NTB

Mataram (NTBSatu) – Polarisasi teks dan ujaran kebencian pada Pilkada 2024 di Nusa Tenggara Barat (NTB) berada di peringkat empat dari lima provinsi. Antaranya Provinsi Aceh, Jawa Barat, Maluku Utara, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Barat.

Hal ini mengemuka pada Diskusi Terpumpun dengan tema refleksi kritis ujaran kebencian dan polarisasi selama Pilkada NTB 2024. Acara digelar di hotel Puri Indah, Kota Mataram Sabtu, 4 Januari 2025, dipandu Pimred NTBSatu, Haris Mahtul.

Diskusi ini diinisiasi Koalisi Cek Fakta (KOMMA) NTB bersama Monash Data & Democracy Research Hub (MDDRH).

Co-Director Monash Data and Democracy Research Hub (MDDRH) Monash Univercity Indonesia, Ika Idris, mengatakan dari 5 provinsi yang dilakukan pemantauan pada Pilkada serentak 2024, rasio teks terpolarisasi tertinggi dipegang oleh provinsi Aceh mencapai 63,8 persen.

Posisi kedua disusul provinsi Maluku Utara dengan angka 46,9 persen, Sumatera Barat 17,6 persen, Nusa Tenggara Barat 15,5 persen dan terakhir Jawa Barat dengan angka 4,8 persen.

“Pada saat Pilkada serentak 27 November 2024 lalu, kami melibatkan annotator yang berjumlah 29 orang, sebagai pemantau di setiap daerah yang berkaitan dengan ujaran kebencian dan polarisasi,” kata Ika.

Ika memaparkan, banyak kelompok minoritas menjadi target ujaran kebencian dan polarisasi pada Pilkada serentak 2024. Sistem polarisasi menggunakan teks-teks yang memicu memecah belah di tengah masyarakat.

“Tapi isu-isu pada ujaran kebencian lebih besar terjadi pada pilpres 2019 lalu,” katanya.

Khusus di Pilkada NTB, kata Ika, ada 20.000 teks yang diambil untuk dianalisa oleh annotator lokal. Ditemukan banyak polarisasi yang langsung mengucilkan pribadi calon kepala daerah.

“Teks polarisasi lebih kepada polarisasi politik. Yang menjadi catatan juga banyak teks ujaran kebencian menyerang gender seperti tidak mau dipimpin oleh sosok perempuan,” katanya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Muhammad Kasim, mengatakan Koalisi Cek Fakta NTB yaitu KOMMA sudah melakukan pemetaan hoaks dan ujaran kebencian di semua tahapan pilkada di NTB. Mulai dari proses pencalonan, bongkar pasang pasangan, pendaftaran pasangan calon, penetapan pasangan calon, kampanye, debat kandidat, hari pencoblosan hingga selesai tahapan pilkada sekarang ini.

Semua tahapan pilkada dari bulan Juli sampai Desember 2024. Tim memantau platform media sosial yaitu Facebook/Meta, Instagram, Tiktok, Youtube dan What’sApp.

“Data yang kami temukan data teks ujaran kebencian ada 94 dan ada 89 hoaks selama Pilkada di NTB. Bisa lebih karena ada yang dihapus, dan ada yang tidak sempat di capture oleh tim pemantau,” kata cem sapaan akrabnya.

Ujaran kebencian dan hoax yang terjadi Cem berujar, karena pendukung dan simpatisan terlalu berlebihan mendukung atau terjadi fanatisme politik identitas yang menguat pada salah satu pasangan calon.

Bahkan dari hasil pemantauan tim koalisi, Cagub nomor urut 3 Lalu Muhamad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri menjadi target hoaks dan ujaran kebencian paling banyak selama masa kampanye Pilkada NTB. Kemudian pasangan Zulkieflimansyah-Suhaili Fadhil Thohir dan terakhir pasangan Sitti Rohmi Djalilah dan W Musyafirin.

“Contoh banyak menyerang pribadi Dinda dan Iqbal setelah debat. Ada juga ujaran yang tidak setuju perempuan tidak layak menjadi pemimpin. Bahkan misalnya banyak yang tidak rela dipimpin orang Sumbawa,” katanya.

Menurut Cem, banyaknya gangguan informasi dikhawatirkan menyebabkan munculnya ketidakpercayaan publik atas pemimpin yang terpilih. Sehingga di media sosial terutama facebook, TikTok grup percakapan Whatsapp saling serang.

“Harusnya ruang digital harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi publik,” tegasnya.

Cem mendorong lebih banyak pelatihan jurnalis kaitan dengan debunking yaitu melakukan pemeriksaan fakta setelah hoax terjadi. Selain itu, mendorong pelatihan Prebungking bagi jurnalis, mitigasi atau vaksin sebelum terjadi hoax.

Koordinator Wilayah Masyarakat Anti Fitnah Indonesia NTB Nurliya Ni’matul Rohmah mengatakan polarisasi hingga hoax selama tahapan Pilkada serentak di NTB masih marak. Untuk itu perlu melakukan edukasi ke tengah masyarakat termasuk golongan anak muda.

“Perlu juga mengedukasi secara akademik ke kampus,” katanya.

Selain melakukan edukasi kata Nurliya penyelenggara pemilu juga perlu melakukan pencegahan kepada masyarakat mengenai ujaran kebencian. “Saya pikir itu sangat perlu melihat ributnya dunia maya kita saat Pilkada,” ujar dia.

Hans Bahanan, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia Provinsi NTB mengatakan penyebab maraknya hoax dan polarisasi di NTB dampak dari banyaknya media online yang belum terverifikasi dewan pers. Sedikitnya ada ribuan media online yang terdata di NTB.

Bahkan pada saat kampanye berlangsung, tim dari pasangan calon yang bertarung sengaja membuat media online untuk menyerang pribadi lawan politik.

“Ini membuat kerja jurnalis terganggu. Kita menjadi verifikator berita yang dibuat oleh media yang terafiliasi dari paslon,” katanya.

Ketua Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat (Parmas) Bawaslu NTB Hasan Basri mengatakan berdasarkan survey di seluruh kabupaten Kota di Indonesia, NTB termasuk provinsi yang relatif rendah tingkat polarisasi dan ujaran kebencian dibandingkan dengan provinsi lain.

Meski begitu, kata Hasan, penting juga dikerucutkan mulai dari tingkat Desa dan Kecamatan untuk bekerja sama dengan koalisi dan pemerintah terkait dengan polarisasi di tengah masyarakat.

“Selain itu juga data ini penting kita minta untuk kemudian kami bawakan ke kampus-kampus di NTB yang konsen terkait dengan isu ujan kebencian dan polarisasi,” tegasnya.

Bawaslu, jelas Hasan siap membangun langkah kolaborasi dengan Perguruan tinggi untuk memecahkan akar masalah yang terjadi pada Pilkada serentak.

“Ini sangat penting bagi kemajuan demokrasi kita,” tandasnya.

Koalisi Masyarakat Melawan melawan Hoaks (KOMMA) terdiri dari organisasi masyarakat sipil yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Yakni, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafındo) Wilayah NTB, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) NTB, Pelangi Sehati, Jaringan Ahmadiyah Indonesia wilayah NTB, konten kreator, lembaga pers mahasiswa, media komunitas dan Fitra NTB. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button