Mataram (NTBSatu) – Koalisi Masyarakat Melawan Hoaks (KOMMA) NTB menggandeng Bawaslu NTB, menggelar diskusi temuan berbagai gangguan informasi saat masa Pilakda 2024. Acara ini berlangsung di Lesehan Gading Kota Mataram, Sabtu, 26 Oktober 2024.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, M. Kasim menyampaikan, hoaks dan ujaran kebencian menjadi tantangan di negara demokrasi. Terutama di daerah-daerah, khususnya NTB.
“Kita tidak menyadari hoaks dan ujaran kebencian sudah ada modernisasi. Tidak hanya teks, gambar, suara dan video dengan kecerdasan buatan,” kata Cem, sapaan akrab M. Kasim.
Berdasarkan data hasil pemetaan, hoaks terbanyak ada terjadi pada Oktober, yakni dengan 20 kasus. Kemudian hate speech 45 teks pasca debat Pilgub NTB beberapa waktu lalu.
Cem memungkiri bahwa buzzer yang terafiliasi pasangan calon tertentu, menyalahgunakan gangguan informasi dengan beragam bentuknya.
“Pasangan Rohmi-Firin ada 9 hoaks berhasil kita deteksi, Zul-Uhel 15 kasus dan 9 ujaran kebencian. Hoaks 24 pada pasangan Iqbal-Dinda dan 21 hate speech,” sebutnya.
Menurutnya, gangguan informasi berpotensi munculnya distrust atau ketidakpercayaan publik atas pemimpin yang terpilih maupun penyelenggara pilkada
Cem menegaskan, ujaran kebencian maupun hoaks terjadi karena pendukung dan simpatisan terlalu berlebihan mendukung atau terjadi fanatisme serta politik identitas yang menguat pada salah satu pasangan calon, sehingga di media sosial terutama Facebook, TikTok grup percakapan WhatsApp saling serang.
Seharusnya kata Cem, ruang digital harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi publik.
“Media sosial bukan tempat untuk berdebat, saling caci maki, dan menyebarkan kebencian antara pendukung paslon,” katanya.
Selain itu, koalisi ini juga melakukan cek fakta pada berbagai klaim dan program yang paslon sampaikan pada masa kampanye maupun debat kandidat.
Bawaslu Siap Proses Laporan
Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu NTB, Suhardi mengapresiasi pemetaan hoaks dan ujaran kebencian yang KOMMA NTB lakukan selama masa Pilkada.
“Data-data yang disampaikan ini kami harapkan bisa dilaporkan. Agar kami bisa membahas dalam rapat pleno dan menyampaikan rekomendasi kepada KPU NTB,” katanya.
Ia menyebut, kewenangan Bawaslu dalam konteks hoaks dengan pidana pemilihan, sederhana. Jika ada temuan, maka pihaknya melakukan pleno. Nantinya akan membahas apakah menjadi informasi awal atau tidak.
“Jadi, temuan akan kami tetapkan, dengan membentuk tim penelusuran. Siapa yang punya akun tersebut. Kita lacak dan sebagainya,” jelas Suhardi.
Selanjutnya, Bawaslu akan menetapkan dalam bentuk laporan hasil pengawasan (LHP) setelah menjadi temuan ada dugaan pelanggaran itu.
Ia menerangkan, apabila pelanggaran masuk ranah pidana Pemilu pasal 69. Isinya, ada larangan menghina pasangan lain saat berkampanye.
Apabila dimensinya pelanggaran pidana. Pihaknya, akan menyampaikan ke Sentra Gakkumdu untuk proses pembahasan. Dan hate speech biasanya bisa.
“Kasus ujaran kebencian pernah kita tagani, dilakukan anggota DPRD,” sebutnya.
Suhardi mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan yang mereka laporkan. Ada beberapa lembaga Bawaslu NTB gandeng. Seperti BIN, Polda, KPID, KPI DAN Kesbangpoldagri.
“Kemarin ada akun medsos yang cukup massif, mengajak orang untuk golput. Status akun tersebut sedang kita telusuri,” ujarnya.
Adapun pelanggaran lainnya terkait materi kampanye, tidak boleh menggunakan atribut pahlawan atau foto presiden.
Selain itu, ada ketentuan yang membolehkan nama pengurus partai politik dimunculkan pada alat peraga kampanye. (*)