Lombok Timur (NTBSatu) – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), mendesak pemerintah segera memberikan klarifikasi terkait pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang kenaikan gaji guru.
Prabowo menyampaikan itu dalam pidatonya pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 28 November 2024 di Jakarta International Velodrome. Pernyataan mengenai kenaikan gaji guru tersebut menimbulkan salah persepsi. Jugam, memicu kekecewaan di kalangan guru.
Dalam pidato itu, Presiden menyebutkan peningkatan kesejahteraan guru ASN sebesar satu kali gaji pokok dan kenaikan tunjangan profesi guru non-ASN menjadi Rp2 juta. Pernyataan ini menimbulkan euforia di kalangan guru. Namun, informasi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.
Sekjen FSGI, Heru Purnomo menjelaskan, tidak ada kenaikan signifikan terkait gaji guru ASN maupun tunjangan profesi guru non-ASN.
Menurut Heru, tunjangan profesi guru ASN sebesar satu kali gaji pokok sudah berlaku sejak 2008. Sedangkan, tunjangan profesi guru non-ASN sebesar Rp2 juta hanya berlaku untuk mereka yang memiliki SK inpassing. Sementara, guru tanpa SK inpassing tetap menerima Rp1,5 juta.
“Menaikkan gaji guru sebagaimana janji kampanye Prabowo-Gibran sulit diwujudkan karena keterbatasan anggaran. APBN sudah terbebani dengan kebijakan makan bergizi gratis untuk siswa,” ujar Heru.
Sorotan Terhadap Kebijakan Kesejahteraan Guru
FSGI menilai, pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan guru honorer murni, bukan hanya guru ASN. Bantuan yang diberikan seharusnya berupa upah minimum guru, bukan bantuan sementara seperti BLT.
“Perlu ada kebijakan yang memastikan upah minimum untuk guru honorer sesuai standar, seperti upah minimum regional (UMR),” tambah Heru.
FSGI juga mengkritisi beberapa rencana kebijakan yang dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, antara lain:
- Guru ASN di Sekolah Swasta
FSGI meminta pemerintah memastikan regulasi lintas kementerian sebelum mengizinkan guru ASN mengajar di sekolah swasta. Selain itu, pemerintah harus mempertimbangkan dampak kebijakan tersebut terhadap guru honorer yang sudah lama mengabdi di sekolah swasta. - Beban Kerja Guru ASN Bersertifikat
Rencana pemerintah untuk menggantikan 24 jam pelajaran (JP) dengan pelatihan kompetensi harus memiliki dasar aturan yang jelas. Validasi beban kerja di Dapodik (Data Pokok Pendidikan) sering tidak sejalan dengan kebijakan dari kementerian, sehingga menyulitkan para guru. - Penyederhanaan Administrasi Guru
Rencana pengurangan beban administrasi guru juga memerlukan pedoman teknis yang jelas agar pelaksanaan di lapangan tidak bertentangan dengan aturan pusat.
FSGI menegaskan, pentingnya sinkronisasi kebijakan antara pusat dan daerah untuk meringankan beban guru. Dengan kondisi saat ini, banyak kebijakan pemerintah belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh para pendidik di lapangan.
FSGI juga mendesak pemerintah segera memberikan klarifikasi resmi untuk mencegah kebingungan di kalangan guru. Selain itu, mereka meminta pemerintah untuk fokus pada perbaikan kesejahteraan yang konkret, seperti penetapan upah minimum guru dan penyederhanaan aturan beban kerja.
“Kami berharap pemerintah lebih transparan dan realistis dalam menyampaikan kebijakan, sehingga tidak menimbulkan ekspektasi yang berlebihan di kalangan guru,” pungkas Heru. (*)