Mataram (NTBSatu) – Koalisi Masyarakat Melawan Hoaks (KOMMA) NTB telah memetakan potensi gangguan informasi saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2024, terutama saat tahapan masa kampanye.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, M. Kasim menyampaikan koalisi ini sudah memetakan ratusan berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian (hate speach) yang tersebar di media sosial melalui berbagai platform.
Selain itu, koalisi ini juga melakukan cek fakta pada berbagai klaim dan program yang para paslon sampaikan pada masa kampanye maupun menjelang debat kandidat.
Ia mengatakan, saat ini tahapan pilkada sudah memasuki masa kampanye pasangan calon (paslon) Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota. Pada masa kampanye sambungnya, diperbolehkan melalui media sosial.
“Saat ini tahapan pilkada sudah memasuki masa kampanye pasangan calon (paslon). Kita sudah petakan ratusan hoax dan ujaran kebencian yang tersebar di medsos,” kata Cem sapaan akrabnya.
Kampanye melalui media sosial diatur sesuai Pasal 37 dan 38 PKPU Nomor 15 Tahun 2023.
Namun, resiko dari kampanye di medsos ini dapat menyebabkan maraknya hate speach (ujaran kebencian) dan berita bohong (hoaks).
Temukan 200 ribu teks mengandung ujaran kebencian
Berdasarkan hasil penelitian Monash University dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada pemilu 2024, menemukan 200 ribu teks mengandung ujaran kebencian.
Menurutnya, ujaran kebencian dan berita bohong akan semakin banyak muncul saat debat kandidat dengan berbagai klaim yang paslon sampaikan.
Ia menyebut, langkah selanjutnya koalisi ini akan melakukan audiensi dengan Bawaslu dan KPU NTB. Tujuannya, memberikan masukan terkait temuan hoax dan ujaran kebencian serta memberikan rekomendasi selama pelaksanaan kampanye di media sosial.
“Kami telah mengagendakan untuk mengundang Bawaslu dan KPU untuk mendiskusikan munculnya ujaran kebencian dan hoaks mulai muncul,” pungkasnya.
Cem menegaskan, ujaran kebencian maupun hoaks terjadi karena pendukung dan simpatisan terlalu berlebihan mendukung atau terjadi fanatisme serta politik identitas yang menguat pada salah satu pasangan calon, sehingga di media sosial terutama facebook, tik-tok, grup percakapan whatsapp saling serang.
Seharusnya kata Cem, ruang digital memberikan rasa aman dan nyaman bagi publik.
“Media sosial bukan tempat untuk berdebat, saling caci maki, dan menyebarkan kebencian antara pendukung paslon,” pesannya.
Selanjutnya, langkah mitigasi juga masif dilakukan koalisi dengan kolaborasi jaringan masyarakat sipil melalui berbagai kelas prebungking. Tujuannya untuk memitigasi berita bohong dan ujaran kebencian saat kontestasi politik.
“Kita ingin publik lebih cerdas dan jangan mudah terpecah belah oleh isu hoax dan ujaran kebencian saat momen pilkada. Dan semoga pilkada bisa berjalan dengan luber dan jurdil,” tegas Cem.
Ia menerangkan, koalisi masyarakat melawan hoaks atau KOMMA NTB terdiri dari organisasi masyarakat sipil yang di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Yakni, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafındo) Wilayah NTB, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB. Kemudian, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) NTB, Pelangi Sehati, Jaringan Ahmadiyah Indonesia wilayah NTB, konten kreator. Termasuk lembaga pers mahasiswa, media komunitas dan Fitra NTB. (*)