HukrimLombok Barat

Stockpile Tambang Emas Sekotong yang Ditutup KPK Capai Rp1,08 Triliun

Mataram (NTBSatu) – Nilai stockpile atau tempat penyimpanan sementara emas di lokasi pertambangan yang ditutup Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wilayah Sekotong, Lombok Barat mencapai Rp1,08 triliun.

Luas lahan tempat pertambangan di Dusun Lendek Bare, Desa persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat itu seluas 98,16 hektare. Sehari Rp3 miliar dari tiga stockpile emas, sementara perbulannya mencapai 90 miliar.

KPK pun melakukan penutupan dengan pemasangan plang pelarangan aktivitas pertambangan pada Jumat, 4 Oktober 2024.

Ketua Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Satgas Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria mengatakan, pemasangan plang di lokasi tambang tempat Warga Negara China itu bekerja untuk mendorong penegakan aturan di kawasan hutan.

“Intinya kita mendampingi KLHK dan Dinas LHK dan ESDM Provinsi NTB untuk mereka menegakan aturan. Karena ini kan sudah lama, kawasan hutan dirambah tambang emas Ilegal menggunakan merkuri. Itu limbahnya kaya apa,” ujarnya.

Aktivitas Tambang Ilegal

KPK Pasangan Plang Larangan
KPK bersama sejumlah pihak sat memasang plang pelarangan aktivitas pertambangan di Dusun Lendek Bare, Desa persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat pada Jumat, 4 Oktober 2024. Foto: Istimewa

Dian mengingatkan, jangan sampai aktivitas tambang ilegal ada tindak pidana korupsi. Seperti suap-menyuap atau beking satu sama lain. Jika memang ada unsur pidana, ia menyarankan agar meneruskan ke aparat penegak hukum.

Tak hanya itu, Ketua Satgas juga mempertanyakan bagaimana bisa lahan 98,16 hektare itu berada di kawasan izin usaha pertambangan (IUP) untuk perusahan PT Indotan.

“Kok bisa ada tambang ilegal, tapi yang punya IUP tak masalah. Cuman kasih plang kecil. Itu pun di bulan Agustus setelah bertahun-tahun,” tegasnya.

Ia khawatir, kelakuan itu merupakan modus perusahaan yang memiliki IUP agar tidak membayar pajak, PNBP, royalti, dan lain sebagainya.

“Jangan sampai ada modus, ada konspirasi di sana,” jelasnya.

Negara, sambung Dian, jangan sampai tidak mendapatkan pemasukan. Kemudian, masyarakat menjadi korban kerusakan lingkungan. Yang mendapat keuntungan, justru oknum tertentu.

“Dan temuan di lapangan merkurinya dari China. Terpalnya pun dari China. Jangan-jangan alat beratnya dari China. Siapa yang harus mengawasi TKA. Mudahan-mudahan ini ada ujungnya,” tandasnya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button