Lombok Timur

PKBI NTB Soroti Video tak Senonoh Dua Pria di Lombok Timur

Mataram (NTBSatu) – Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) NTB, Ahmad Hidayat menyoroti beredarnya video dua pria di Lombok Timur yang melakukan tindakan senonoh beberapa waktu lalu.

“Jangankan lelaki dengan lelaki. Bahkan, lelaki dengan perempuan pamer itu tidaklah pantas. Siapapun yang pamer (tindakan senonoh), tidaklah benar,” ungkap Hidayat kepada NTBSatu, Jumat, 27 September 2024.

Untuk mengamatai fenomena LGBT dan hukuman sosial, Hidayat mengumpamakan seperti orang yang merokok di lingkungan orang yang tidak merokok. Sederhana.

“LGBTQ menjadi berbeda hanya karena mereka tidak umum dalam lingkungan-lingkungan tertentu. Jadi, ini sebenarnya sebatas referensi pengalaman belaka,” papar Direktur PKBI NTB.

Hidayat menjelaskan, tidak pernah ada pihak yang mengorganisasi LGBTQ menjadi sebuah komunitas. Soal HIV Aids, pemerintah dan organisasi non-pemerintah ingin mengidentifikasi faktor risiko. Risiko HIV Aids terkadang dapat terjadi akibat hubungan seksual, ibu ke anak, dan jarum.

Dalam mengidentifikasi risiko HIV Aids, pemerintah dan organisasi non-pemerintah tidak pernah mengorganisasi kaum LGBTQ menjadi sebuah komunitas. Hanya saja, yang berusaha dioptimalkan ialah seseorang yang berisiko terpapar HIV Aids agar segera mendapatkan pelayanan kesehatan.

IKLAN

“Jadi, komunitas LGBTQ itu sebenarnya tidak ada, paling tidak sesuai dengan pengalaman kami bekerja,” ucap Hidayat.

Perlu ada pembahasan tentang LBTQ

Hidayat menyarankan masyarakat merefleksi mengenai perilaku-perilaku yang pantas dipamerkan. Kemudian, perlu ada pebicaraan terkait perilaku dan orientasi seksual saat menyoal LGBTQ. Termasuk identitas dan ekspresi gender. Karena jika tidak begitu, maka akan tercipta bias saat memahami LGBTQ.

Dalam konteks orientasi seksual, seluruh manusia punya potensi untuk tertarik pada apapun dan siapapun. Sebab, manusia terciptakan dengan segala keunikannya yang terpengaruh norma dan nilai lingkungan. Serta, bersifat sangat dinamis. Orientasi seksual berkembang berdasarkan berbagai hal, terutama pengalaman.

Apabila membicarakan orientasi seksual, manusia sering kali menilai ekspresi dan identitas gender terlebih dahulu. Misalnya, ada lelaki yang berekspresi agak kemayu, dan dianggap sebagai gay. Begitu juga ketika seorang perempuan yang berekspersi agak tomboy, lantas masuk kategiori lesbian.

“Padahal, itu hanya ekspresi saja. Serta, tidak selalu menujukkan orientasi seksual,” pendapat dari Hidayat.

Menyoal identitas gender, hal tersebut sangat terpengaruh dengan konstruksi sosial. Jika terdapat sesuatu di luar konstruksi sosial, maka identitas gender yang tidak cenderung umum akan terpandang sebagai hal yang aneh.

Kemudian, perilaku tidak selalu sama dengan orientasi seksual. Tidak seluruh lelaki yang tertarik dengan jenisnya akan berhubungan seksual.

Mengenai fenomena LGBTQ, Hidayat menyebutkan, seluruh hal bersifat sangat dinamis. Kemungkinan, fenomena telah muncul dalam waktu yang cukup lama. Hanya saja, pengetahuan dan informasi yang sangatlah terbatas.

“Terlepas dari aspek norma baik ataupun tidak baik,” beber Hidayat.

Karenanya, ia menyarankan membangun sistem edukasi. Tujuannya, agar masyarakat mengetahui risiko dari masing-masing perilaku seksual. Termasuk soal panduan dan aturan hukum. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button