Mataram (NTBSatu) – Direktur PT AMG, Po Suwandi bakal mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal itu setelah Kejati NTB mengeksekusi atau menjebloskannya ke penjara Lapas Kelas IIA Lombok Barat.
“Memang menjadi kewenangannya dia (jaksa) untuk eksekusi. Nanti kita lakukan upaya (gugat ke PTUN), kita lagi persiapkan untuk gugat surat eksekusinya,” kata penasihat hukum Po Suwandi Lalu Kukuh Kharisma.
Jaksa mengeksekusi Po Suwandi ke penjara Lapas Lombok Barat pada Kamis, 19 September 2024. Kukuh mengaku, salah satu dari delapan terdakwa itu mulanya tak ingin menandatangani surat eksekusi.
“Tapi, ya, apa boleh buat. Namanya mereka (jaksa) melakukan tindakan hukum, kewenangan mereka,” ujarnya.
Karena itu, sambung Kukuh, pihaknya akan menempuh jalur hukum juga. Caranya dengan menggugat surat eksekusi jaksa tersebut secara hukum di PTUN. Landasannya adalah tidak adanya putusan kasasi secara lengkap dari hakim Mahkamah Agung.
Rencana gugatan pada Senin, 23 September 2024 mendatang. Kukuh pun saat ini sedang menyiapkan sejumlah dokumen.
“Jadi, eksekusi mereka (jaksa) itu melanggar KUHAP, yang harus menunggu salinan baru bisa dieksekusi, begitu. Sejauh ini (kami) belum menerima salinan lengkap karena belum dikirim,” sebutnya.
Tanggapan Wakajati NTB
Sebelumnya, Wakil Kepala Kejati NTB Dedie Tri Hariyadi, pihaknya mengeksekusi Po Suwandi menjebloskannya Lapas Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat. Terpidana itu menjalani penahanan selama 13 tahun.
“Iya, hari ini kami mengeksekusi terdakwa kasus dugaan korupsi pasir besi berdasarkan putusan inkrah,” katanya.
Dedie tak mempermasalahkan jika seandainya Po Suwandi tak ingin menandatangani surat eksekusi dari kejaksaan. Hal itu setelah pihaknya telah menerima petikan putusan dari Mahkamah Agung.
“Ya, kita buat berita acara yang berasangkutan tidak mau tanda tangan. Yang penting udah dapat petikan putusan. Resmi kok,” jelasnya.
Menyinggung putusan pada Pengadilan Tinggi bahwa Direktur PT AMG itu tetap menjadi tahanan kota, Dedie menyebut jika hal itu dihapus. Artinya kembali kepada putusan yang menyebut bahwa menjatuhkan pidana terhadap terdakwa.
“Karena dalam putusan kasasinya ditolak, tentu menguatkan putusan Pengadilan Tinggi NTB, status tahan kota sudah dihapus. Dan kembali pada putusan yang menjatuhkan pidana 13 tahun, itu yang menjadi pertimbangan eksekusi,” jelasnya.
Bunyi petikan putusan Mahkamah Agung nomor 4960 K/Pid.Sus/2024 dengan ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto menolak permohonan kasasi terdakwa Po Suwandi dan Jaksa Penuntut Umum. (*)