Mataram (NTBSatu) – Mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony menjalani pemeriksaan di Kejati NTB dugaan korupsi Lombok City Center (LCC), Jumat, 30 Agustus 2024.
Pantauan NTBSatu di lokasi, Zaini Arony meninggalkan ruangan penyidikan Pidsus Kejati NTB sekitar pukul 18.16 Wita usai menjalani pemeriksaan sejak pukul 13.58 Wita. Ia berjalan menggunakan tongkat dengan baju kemeja hitam biru dah celana jeans biru.
Kepada wartawan, Zaini mengaku mendapat pertanyaan seputar lahan bangunan yang bertempat di Desa Grimax, Kecamatan Narmada tersebut.
“Ya, seperti kemarin (saat penyelidikan), mereka menanyakan seputar LCC,” ungkapnya kepada wartawan.
Bupati dua periode itu menyarankan PT Tripat, Blis, dan Pemda Lombok Barat duduk bersama. Karena dengan begitu, apa saja yang kurang dalam persoalan LCC bisa dilengkapi. Termasuk, kontrak dan pembagian kerja sama.
“Kan bisa diadendum,” jelasnya.
Terpisah, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Ely Rahmawati membenarkan adanya pemeriksaan Zaini Arony. Pemeriksaan ini bagian dari langkah penyidikan dugaan korupsi LCC.
“Ini bagian dari pengumpulan alat bukti,” jelasnya.
Pemeriksaan 11 Saksi
Sebelumnya, pada Selasa, 27 Agustus 2024, jaksa memeriksa Sekwan sekaligus mantan Kabag Ekonomi Lombok Barat, Aisyah Desilina Darmawati.
Penyidik menjadwalkan pemeriksaan Aisyah bersama tiga orang lainnya. Mereka adalah mantan Kabag Pembangunan Lombok Barat, Lale Prayatni. Kemudian, mantan Camat Narmada, Abdul Manan dan Kabid Pengelolaan Keuangan Lombok Barat Muh. Adnan.
“Sehubungan dengan kegiatan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam KSO antara BUMD PT Tripat dengan PT Blis,” bunyi surat yang NTBSatu terima tidak lama ini.
Penyidik mengagendakan memeriksa 11 saksi pada Senin, 26 Agustus 2024. Di antara mereka ada mantan Kepala BPKAD, Burhanudin dan mantan Sekda Lombok Barat, Moh. Uzair.
Di hadapan wartawan, Burhanuddin mengaku dirinya menghadap penyidik kejaksaan sebagai saksi. “Sudah, sudah tadi (diperiksa, red) bersama mantan sekda (Uzair, red),” katanya kepada NTBSatu di halaman Kejati NTB.
Burhanuddin mengaku ada beberapa pertanyaan yang jaksa lontarkan. Jumlahnya hampir mencapai 20. Intinya, penyidik memintai keterangannya berkaitan dengan proses awal lahan bangunan LCC, Lombok Barat seluas 8,4 hektare.
Selain mantan Kepala BPKAD dan Sekda Lombok Barat, jaksa juga memeriksa 9 orang lainnya. Mereka masing-masing berinisial LAS, AM, HMT, LP, LGR, MN, DSM, MA, DZA.
Sebelumnya, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Ely Rahmawati menyatakan pihaknya sudah mengantongi Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap kasus yang bertempat di Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat ini.
PMH yang sudah penyidik temukan berkaitan dengan kerja sama PT Tripat dengan PT Bliss dengan dugaan melanggar ketentuan. Dalam isi kerja sama operasional (KSO), mestinya memiliki jangka waktu. Dugaanya, beberapa butir kesepakatan dalam KSO banyak menyalahi aturan.
Riwayat Kasus
Sebagai informasi, sebelumnya jaksa pernah mengusut kasus serupa. Hasilnya, dua orang menjadi tersangka. Mereka adalah mantan Direktur PT Tripat Lombok Barat, Lalu Azril Sopandi dan mantan Manager Keuangan PT Tripat, Abdurrazak.
Hakim memvonis Lalu Azril Sopandi dengan 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Tak hanya itu, ia juga harus membayar uang pengganti Rp891 juta subsider 2 tahun penjara.
Sedangkan Abdurrazak, hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Majelis pun membebankan yang bersangkutan membayar uang pengganti Rp235 juta subsider satu tahun penjara.
Majelis hakim menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung dari pembangunan pada tahun 2014 lalu. Saat Azril Sopandi menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda mendapat penyertaan modal dari Pemda Lombok Barat berupa lahan strategis di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada.
Lahan itu menjadi modal PT Tripat membangun kerja sama untuk mengelola LCC dengan pihak ketiga, yakni PT Bliss.
Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare, menjadi agunan PT Bliss. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman Rp264 miliar dari Bank Sinarmas.
Majelis hakim menilai perjanjian kerja sama PT Tripat dengan PT Bliss adalah pelanggaran hukum. Karena selain klausul mencantumkan periode kerja sama tanpa batas waktu, juga tertutupnya peluang adendum. (*)