Mataram (NTBSatu) – Komisi IV DPRD NTB Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup, memfasilitasi Aliansi Masyarakat Menggugat (ARM) menyelenggarakan diskusi terbuka perihal kasus dugaan tambang dan Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal di Sekotong, Lombok Barat.
Pada kesempatan ini, Komisi IV DPRD NTB juga menghadirkan sejumlah instansi terkait, di antaranya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), dan Imigrasi. Serta, hadir juga pihak kepolisian dari Polres Lombok Barat.
Anggota Komisi IV DPRD NTB, Drs. Ali Jaharuddin menerima secara langsung pihak-pihak terkait, Kamis, 29 Agustus 2024. Ia langsung meng-handle diskusi terbuka tersebut di Ruang Pleno DPRD Provinsi NTB.
“Terima kasih kepada semuanya atas waktu dan kesempatannya sudah berkenan hadir,” kata Ali.
Diskusi berlangsung alot, perwakilan dari aliansi masing-masing menyampaikan pendapatnya atas kasus ini. Dan langsung dijawab oleh instansi terkait.
Koordinator Lapangan ARM NTB, Lukman mengatakan, kehadiran mereka untuk mempertanyakan status 15 TKA yang bekerja di tambang emas tersebut. Ia sangat menyayangkan, kenapa pekerja asing tersebut bisa lolos dari pengawasan lembaga atau instansi terkait.
“Jangankan orang asing, orang pribumi saja mana berani melakukan itu,” tegas Lukman.
Pada kesempatan itu, Lukman meminta keterbukaan dari pihak Imigrasi terkait keberadaan para TKA tersebut. Ia mengaku, hanya ingin mengetahui asal-usul sebenarnya dari para pekerja tersebut.
Permintaan Lukman langsung direspons pihak Imigrasi. Katanya, para TKA tersebut masih berada di sekitar wilayah Mataram. Namun, untuk lokasi jelasnya belum diketahui.
“Mereka masih ada di Mataram, namun kita belum tahu jelas lokasinya di mana,” kata Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian (Tikim), Heri Sudiono.
Heri mengungkapkan, 15 TKA yang bekerja tersebut telah mengantongi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan bekerja di tiga perusahaan berbeda. Yakni, PT Jony Semesta Mining yang berlokasi di Kabupaten Dompu. Di Lombok Barat PT Shengyuan Investment Group dan PT Jingming Investmen Group.
Terhadap itu, pihak dari DPMPTSP memastikan tiga perusahaan tersebut belum mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sehingga, bisa dikatakan melakukan aktivitas pertambangan tersebut secara ilegal.
Hal senada diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi. Dia mengatakan ada kejanggalan di mana 15 TKA China bekerja dengan mengantongi KITAS sebagai investor, namun sekaligus sebagai pekerja.
“Kalau KITAS sebagai investor itu harus jelas keberadaan kantor di mana. Di Lombok Barat belum kita ketahui. Kami Disnakertrans hanya bisa masuk ketika perusahaan tersebut mengantongi izin dan punya IUP,” ujarnya.
Hingga diskusi berakhir, semuanya menyepakati kesimpulan dari pertemuan tersebut. Dalam hal ini, Anggota Komisi IV DPRD NTB, Drs. Ali Jaharuddin membacakan kesimpulan yang menjadi kesepakatan bersama tersebut.
Pertama, semua instansi terkait harus aktifkan atau jalankan tim pengawasan orang asing yang sudah dibentuk sebelumnya. Perihal masalah kekurangan anggaran dan sejenisnya, Ali meminta untuk dibicarakan secara bersama.
Kedua, maksimalkan peran kepolisian, dalam hal ini untuk mengawal dan memastikan keamanan wilayah setempat. Sebab, yang namanya tambang ilegal pasti ada orang lain sebagai bekingannya di belakang.
“Kalau dua ini sudah selesai. Selesai sudah permasalahannya,” pungkas Ali. (*)