Daerah NTBKota BimaPemerintahan

Pelajaran di Balik Mundurnya Aji Rum sebagai Pj Wali Kota Bima

Kota Bima (NTBSatu) – Keputusan H. Mohammad Rum mengundurkan diri sebagai Penjabat (Pj) Wali Kota Bima, menarik banyak perhatian. Tak terkecuali bakal calon lawannya di Pilkada Kota Bima 2024 mendatang.

Aji Rum – sapaan Pj Wali Kota Bima – mengambil langkah ini sebagai wujud keseriusannya tampil di Pilkada Kota Bima 2024. 

Langkah ini menunjukkan integritas dan komitmennya terhadap aturan yang berlaku. Yang mana berdasarkan Surat Edaran (SE) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 100.2.1.3/2314/SJ tertanggal 16 Mei 2024, seorang Penjabat (Pj) Kepala Daerah harus mengundurkan diri dari jabatannya jika maju di Pilkada 2024.

Padahal karirnya masih cukup mumpuni di birokrasi. Jika pun akhirnya memutuskan tidak tampil di Pilkada 2024 mendatang, berpeluang menduduki jabatan strategis di pemerintahan tingkat provinsi, sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) misalnya.

Namun, keputusannya maju di Pilkada Kota Bima 2024, mengharuskannya melepas jabatannya sebagai Pj Kepala Daerah. Padahal masa baktinya masih tersisa kurang lebih tujuh bulan sebagai orang nomor satu di Kota Bima.

Pengunduran diri Aji Rum tidak secara otomatis meninggalkan jabatannya saat ini. Sebab, jabatan Pj akan berakhir sampai dengan ada pelantikan Pj yang baru. Selama belum ada pelantikan Pj yang baru, maka semua urusan pemerintahan kota tetap dalam kewenangan Pj Wali Kota saat ini.

Pelajaran di Balik Keputusan Aji Rum

Keputusan Aji Rum mundur dari jabatannya merupakan teladan bagi ASN lainnya yang ingin terjun ke dunia politik.

Karena tak jarang, masih ada bakal calon berada di jabatan publiknya sambil mengikuti kontestasi politik, yang jelas-jelas melanggar prinsip netralitas ASN.

Ketika ada pejabat yang tidak mengikuti aturan dengan baik, hal ini bisa menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat terhadap pemimpin.

Peluang penyimpangan kewenangan dan konflik kepentingan akan mungkin terjadi, apabila Aji Rum tidak segera mundur dari jabatannya sejak jauh-jauh hari.

Sebagai informasi, Aji Rum baru mengajukan pengunduran diri sebagai Pj, belum mundur sebagai ASN. Meski demikian, hal itu sudah menunjukan jiwa kesatrianya sebagai petarung.

Aji Rum mundur sebagai Pj pada Rabu, 10 Juli 2024 kemarin, lebih cepat tujuh hari dari batas maksimal waktu pengunduran diri, yaitu pada 17 Juli 2024.

“Seperti halnya Aji Rum itu bagus, tapi Aji Rum kasusnya beda itu memang keharusan mundur minimal 40 hari sebelum pendaftaran. Karena patokannnya SE Kemendagari. Artinya ada aturan yang memaksa (untuk mundur) jika ingin tampil,” kata Pengamat Politik UIN Mataram, Dr. Ikhsan Hamid kepada NTBSatu, Sabtu, 13 Juli 2024.

Dr. Ikhsan menegaskan, aturan pengunduran diri sebagai Pj dan ASN berbeda. Batas waktu pengunduran diri ASN pada saat mendaftar sebagai calon kepala daerah di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara pengajuan mundur sebagai Pj, yakni 40 hari sebelum waktu pendaftaran di KPU.

“Secara regulatif kalau (ASN) sudah mendaftar (ke KPU) maka wajib mundur, itu sebetulnya hak proregatif mereka kita harus hormati, tapi kalau akan mencalonkan diri, wajar kalau belum mau mundur, ini kan baru bakal calon,” jelas Dr. Ikhsan.

Namum secara etik, lanjutnya, ASN yang tidak segera mengundurkan diri memang berpotensi ada pelanggaran netralitas, ada kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan atau konflik kepentingan.

“Tapi selama mereka tidak menggunakan fasilitas negara itu tidak ada yang salah. Jadi artinya secara etik, etika jabatan publik itu kita berharap mundur dan kita juga tidak bisa memaksa mundur. Kita menghormati lah keputusan itu, artinya dia belum mundur karena belum dipastikan daftar di KPU,” ungkapnya.

Show More

Muhammad Yamin

Jurnalis Pemerintahan & Politik

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button