Pemerintahan

Fokal IMM Soroti Potensi CSR dan Transparansi Perusahaan Tambang di NTB

Mataram (NTBSatu) – Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Forum Alumni (FOKAL) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), menyoroti pertambangan yang tidak berpihak pada keberlanjutan pembangunan manusia. Utamanya terkait tanggung jawab sosial.

FGD berlangsung di Aula Rektorat Kampus Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMat) Rabu, 3 Juli 2024.

Kegiatan tersebut bertema “Pertambangan dan Pembangunan Berkelanjutan di NTB”, berlangsung secara hybrid melibatkan peserta kurang lebih 50 orang.

Kontribusi Dipertanyakan

Syamsul Hidayat Daud, MT, P.hD salah satu pemantik diskusi tersebut dalam kapasitasnya sebagai pengamat pertambangan, menyampaika, aktivitas pertambangan memang telah diatur berdasarkan regulasi yang ada.

Akan tetapi pertanyaannya, apakah pertambangan tersebut sudah dikelola dengan baik?

“Kontribusinya untuk daerah apakah udah maksimal?, demikian kondisi lingkungan yang dihasilkan dan tanggung jawab perusahaan pasca tambang terjamin kelestariannya?,” tanya dosen Prodi Teknik Pertambangan ini.

Lebih lanjut syamsul memaparkan, NTB begitu berpotensi dengan kekayaan alamnya dalam hal pertambangan. Namun belum mampu memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan negara maupun daerah.

Ia membandingkan dengan negara maju yang lebih banyak mengekspor teknologi. “Sedangkan kita lebih dominan mengeskpor pangan, padahal kita memiliki perusahaan tambang,” ungkapnya.

Sementara narasumber diskusi Hendriadi Djamal menyoroti kontribusi perusahaan tambang berbentuk Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

“TJSL wajib ada. Sebab perusahaan misalnya tambang memiliki dampak yang ditimbulkan terhadap pencemaran lingkungan,” kata aktivis Forum Transparansi Anggaran (Fitra) NTB ini.

Namun berdasarkan hasil penelitian, Hendiriadi memaparkan bahwa keberadaan tambang tidak hanya berdampak pada aspek lingkungan melainkan juga sosial.

“Kasus di tambang Sekotong menyebabkan motivasi anak untuk sekolah menjadi menurun, disebabkan animo masyarakat dan juga anak-anak lebih tergiur dengan aktivitas pencaharian emas,” ungkapnya.

Ia juga menilai dampak dari aktivitas masyarakat semacam itu menyebabkan banyaknya tambang liar yang bermunculan, sehingga tidak full eksplorasi seperti PT Amman Mineral.

Sedangkan PT Amman Mineral sendiri misalnya lebih memiliki tanggung jawab sosial maupun lingkungan berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam regulasinya.

Lebih lanjut ia menyoroti bagaimana perilaku perusahaan dalam hal kewajiban TJSL tidak melakukan transparansi dalam hal pengelolaan.

“Implementasi TJSL juga hanya sekadar menggugurkan tanggung jawab, bersifat jangka pendek dan belum mampu di akses oleh semua kalangan,” sesalnya.

“Padahal salah satu tujuan TJSL oleh suatu perusahaan adalah membangun citra positif lembaga dengan program dan kebijakan yang memberdayakan serta berkeadilan,” lanjut Hendriadi.

CSR Jangan Kapitalistik

Kegiatan tersebut juga menghadirkan sejumlah tokoh yang profesional di bidangnya sebagai panelis. Salah satunya, Dr. Sayfril, M.Pd. Dalam kesempatan tersebut, ia menyampaikan CSR seharusnya diupayakan akan meretas asumsi suatu perusahaan dianggap terlalu kapitalistik.

“Filosofi dasar CSR itukan agar memastikan perusahaan tidak kapitalistik, sebab ketika tidak ada regulasi yang mengatur maka akan berdampak buruk bagi sosial dan lingkungan,” jelas Syafril.

Lebih lanjut, ia menyampaikan CSR juga kesannya lebih antroposentris, sedang keadaan lingkungan tidak terlalu diperhatikan secara serius.

Jika merujuk pada pandangan secara geografisnya, antara manusia dan ekosistem (lingkungan) adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia membutuhkan air untuk diminum dan kebutuhannya bagaimana seandainya air tercemar oleh limbah suatu perusahaan.

“Apakah itu tidak berdampak kembali kepada manusia itu sendiri?,” tanyanya.

Ia juga mengkritisi bagaimana perusahaan di NTB banyak melakukan hutang CSR. Dari pemberitaan media, perusahaan di NTB banyak melakukan hutang CSR sekitar tahun 2023 dengan nominal Rp130 sekitar Milyar.

“Untuk itu ia sangat berharap bagaimana perusahaan dalam hal tambang melakukan transparansi terkait pengelolaannya. Dalam hal CSR-nya publik juga harus tahu agar bisa melakukan pressure kepada perusahaan yang tidak menunaikan kewajibannya untuk pembangunan bersama,” harap Sekretaris Rektor UMMat ini.

Ayatullah Hadi, M.IP sebagai panelis juga turut menuturkan bahwa upaya pertambangan atau revolusi industri juga harus memperhatikan keberlanjutan masyarakat agraris.

Ia juga mengkritisi berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 kaitannya dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mengharapkan keuntungan yang diperoleh dari tambang.

Ini tidak boleh jauh lebih besar dari tingkat kerusakan sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas tambang tersebut .

Soal prospek tambang di NTB, Iskandar, S.Sos., MA yang hadir sebagai panelis juga dalam kegiatan itu menyoal bagaimana daerah NTB sebagai tempat beroperasinya PT AMT.

Namun justru dari pemberitaan, Pemprov NTB menyatakan NTB tidak memiliki saham sepeserpun terhadap kepemilikan Tambang tersebut.

Hal ini menurutnya memberikan kesan bahwa pemerintah NTB abai dan tidak turut mengelola kekayaan daerah. Belum lagi PT AMNT sebagai salah satu perusahaan terbesar kedua di Indonesia sebagai penghasil tembaga dan emas, namun sumbangsihnya berdasarkan data dari tahun 2020 hingga 2024 hanya sekitar Rp400 Milyar untuk daerah.

Ia menilai ini sebagai temuan, sehingga harus diperhatikan serius oleh mahasiswa dan para pemerhati sosial, ekonomi, dan politik di NTB. (HAK)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button