Daerah NTB

Tolak RUU Penyiaran, Koalisi Kebebasan Pers NTB Gelar Demonstrasi di Gedung DPRD

Mataram (NTBSatu) – Koalisi Kebebasan Pers NTB yang terdiri dari beberapa organisasi profesi yakni Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) se-NTB menggelar aksi demontrasi di depan gedung DPRD NTB pada Selasa, 21 Mei 2024.

Aksi turun ke jalan ini sebagai bentuk penolakan terhadap sejumlah pasal yang mengancam kebebasan pers dan menghalangi tugas jurnalistik yang diselundupkan dalam revisi UU Penyiaran tersebut.

Sejumlah pasal yang menjadi sorotan adalah pasal 50 B ayat 2 huruf C yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Kemudian, pasal 50 B ayat 2 huruf K, penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.

“Pasal ini sangat multitafsir terlebih yang menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik. Kami memandang pasal yang multitafsir dan membingungkan berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis atau pers,” ungkap Ketua AJI Mataram Muhammad Kasim.

Kemudian pasal, 8A huruf q dan pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berita Terkini:

Menurutnya, pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyelesaian sengketa Jurnalistik dilakukan di Dewan Pers.

Menyikapi hal tersebut, Koalisi Kebebasan Pers NTB menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menolak RUU penyiaran yang mengekang kebebasan Pers apapun dalilnya.
  2. Menuntut DPR meninjau ulang RUU penyiaran pasal 42 dan 50B tentang pembatasan kewenangan jurnalisme investigasi yang dinilai akan mengebiri fungsi pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
  3. Merevisi pasal 34 sampai 36 RUU penyiaran tentang kewenangan KPI menyelesaikan sengketa pers selain Dewan Pers, karena dikhawatirkan rentan intervensi.
  4. Revisi RUU pasal 50 B ayat 2 tentang kebebasan berekspresi, lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik.

Lebih lanjut, ia mengatakan untuk sama-sama mengawal proses pembahasan RUU penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kebebasan pers.

“Mari tunjukkan solidaritas kita dalam mempertahankan demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Dan bersama kita bisa pastikan bahwa suara rakyat didengar dan kebebasan pers di Indonesia tetap terlindungi,” tandasnya. (ADH)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button