Mataram (NTBSatu) – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung kebijakan Kemendikbudristek tidak lagi menjadikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah.
Dukungan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo karena menurutnya kebijakan tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 yang mengatur bahwa gerakan Pramuka bersifat sukarela.
“Dalam Undang-Undang tersebut juga dinyatakan bahwa Pendidikan Kepramukaan merupakan salah pendidikan nonformal yang menjadi wadah pengembangan potensi diri,” ujarnya, dalam keterangan resmi FSGI, Senin, 1 April 2024.
Heru mengatakan, jika merujuk dari pengertian ekstrakurikuler dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka sebenarnya semua bentuk ekstrakurikuler pada prinsipnya adalah melatih anak-anak untuk berorganisasi dan memimpin, serta berprestasi.
Dalam KBBI, pengertian ekstrakurikuler adalah berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa.
Berita Terkini:
- KPK Soroti Proses Audit di Inspektorat NTB
- Hadiri Apel Kesiapan Pengamanan Pilkada, Pj. Gubernur NTB Sebut Persiapan Pilkada 2024 Sudah Mantap
- Sekda NTB Sebut Reforma Agraria Sumber Kesejahteraan Masyarakat
- Pj Gubernur NTB Ajak Masyarakat Sambut Pesta Demokrasi dengan Riang Gembira
“Maka saat Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib dan masuk dalam penilaian hasil belajar di rapor, maka bertentangan dengan prinsip tersebut. Sebab, semestinya yang masuk rapor adalah hasil belajar dari mata pelajaran dalam kurikulum, ekstrakurikuler di luar program kurikulum,” jelas Heru.
“Yang namanya ekstrakurikuler atau ekskul itu seharusnya tidak dipaksa sebagai kewajiban, tetapi sebagai pilihan, kerelaan, pilihan sesuai minat, bakat dan potensi anak. Kalau memang minat pramuka silahkan dipilih, karena Kemendikbudristek tetap mewajibkan ekskul pramuka ada di sekolah, namun tidak wajib dipilih oleh peserta didik,” sambungnya.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti menilai apabila Pramuka wajib, maka peserta didik suka maupun tidak harus mengikutinya. Namun, sebenarnya penekanan karakter positif juga dapat ditumbuhkan oleh ekskul lain diluar pramuka, tidak khusus hanya didapat dalam kepramukaan.
“Sebagai organisasi profesi guru, kami menilai dan merasakan di lapangan bahwa pelaksanaan ekskul wajib Pramuka selama ini tidak jelas bentuk dan evaluasinya di sekolah, bahkan banyak sekolah yang tidak melaksanakannya. Apalagi saat ini sudah ada P3 (Profil Pelajar Pancasila) yang diwujudkan dalam Projek P5,” tegas Retno.
Meskipun terdapat kewajiban sesuai Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib, tetapi realitanya diserahkan ke sekolah masing-masing. Selain itu kebanyakan sekolah menjadikan Pramuka sebagai ekskul pilihan, sama halnya dengan ekskul lainnya.
“Selama ini sekolah-sekolah juga bingung mencari pelatih pramuka, apalagi kalau diwajibkan yang berarti semua siswa di semua sekolah ikut ekskul pramuka. Akibatnya proses pembelajaran atau pelatihannya, mengatur jadwalnya menjadi sulit, apalagi kita harus melakukan evaluasi atau penilaian, akhirnya rata-rata nilainya sama,” pungkas Retno. (JEF)