Mataram (NTBSatu) – Sejumlah pelajar SMA sederajat terpantau ikut melaksanakan aksi demo mengawal putusan terbaru Mahkamah Konstitusi atau MK tentang Pilkada di sejumlah daerah. Hal ini pun menjadi sorotan banyak pihak, karena beberapa masyarakat menganggap pelajar tidak boleh ikut demonstrasi.
Namun, menurut Federasi Serikat Guru Indonesia atau FSGI, kalau pelajar SMA sederajat itu memiliki hak untuk menyampaikan pendapat melalui aksi demo. Selain itu, pelajar juga berhak mendapatkan perlindungan saat berdemonstrasi dari aparat.
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo menyayangkan, apabila terdapat aparat yang menghalangi dan menangkap pelajar saat aksi demo. Sebab, mereka bukanlah penjahat yang melakukan tindak pidana.
Undang-Undang Membolehkan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Hak anak adalah hak asasi manusia dan terakui serta terlindungi oleh hukum.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 15 menyebutkan, setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Serta, pelibatan yang mengandung unsur kekerasan dan terlibat peperangan.
Sementara itu, Pasal 16 ayat (1) menyatakan, anak wajib mendapatkan perlindungan dari penyiksaan, penganiayaan dan penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Pada ayat (2), anak juga wajib memperoleh kebebasan. Serta, ayat (3) tentang penangkapan dan penahanan terhadap anak bisa terlaksana, asalkan harus sesuai dengan hukum.
Heru berpendapat, sekolah dan dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia seharusnya memahami situasi bila para pelajar SMA sederajat telah mampu menganalisis kondisi bangsanya.
“Terlebih, secara kematangan psikologi, para pelajar SMA/SMK telah mampu mengambil keputusan atas dirinya. Termasuk jika ingin menyampaikan pendapat melalui aksi demo,” ungkap Heru melalui keterangan resmi yang NTBSatu peroleh, Sabtu, 24 Agustus 2024.
Lebih lanjut, Pasal 28 UUD 1945 menyatakan, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Oleh karena itu, sebagaimana yang terjamin dalam Konstitusi Republik Indonesia tersebut, pelajar juga berhak mengemukan pendapat dalam bentuk demonstrasi.
“Jadi, ketika pelajar yang ikut aksi demo dapat sanksi dari sekolah, maka hal itu merupakan bentuk pelanggaran UU HAM. Pelanggaran UU Perlindungan Anak dan pelanggaran konstitusi,” terang Heru.
Apabila ada pelarangan partisipasi politik terhadap para pelajar dengan alasan melindungi keselamatan mereka, Heru menyarankan, sekolah memberikan ruang mengekspresikan sikap politiknya di tempat yang aman, yaitu halaman sekolah.
“Hal itu dapat menjadi bagian dari pendidikan politik bagi peserta didik,” tandas Heru. (*)