Mataram (NTBSatu) – Federasi Serikat guru Indonesia (FSGI) mencatat, terdapat 36 kasus kekerasan di satuan pendidikan selama januari-September 2024. Kasus tersebut meliputi kekerasan fisik, seksual, psikis, dan kebijakan yang mengandung kekerasan.
Pada September 2024 terjadi lonjakan 12 kasus di satuan pendidikan, yaitu kasus kekerasan seksual sebanyak enam kasus, fisik lima kasus dan satu kasus kekerasan psikis.
Ketua FSGI, Mansur mengatakan, ke-36 kasus kekerasan tersebut kategori berat. Sehingga, masuk proses hukum pidana dan terangani oleh pihak kepolisian.
“Dari 36 kasus, total jumlah korban anak mencapai 144 peserta didik. Sumber data FSGI adalah berdasarkan studi referensi, yaitu mengumpulkan kasus-kasus dari pemberitaan di media massa sepanjang Januari hingga 28 September 2024,” ungkap Mansur, Selasa, 1 Oktober 2024.
Pada Juli 2024, terdapat 15 kasus kekerasan di satuan pendidikan. Sementara pada akhir September 2024, terjadi lonjakan kasus kekerasan di satuan pendidikan hingga 100 persen lebih, yaitu dari 15 kasus menjadi 36 kasus.
Peningkatan kasus terjadi secara signifikan pada September 2024 yaitu mencapai 12 kasus hanya dalam 2 bulan.
Data FSGI menunjukkan, mayoritas kasus terjadi di jenjang pendidikan SMP/MTs sebesar 36 persen. Kemudian, SMA sebesar 28 persen, SD/MI sebesar 33,33 persen, dan SMK sebesar 14 persen.
Dari jumlah tersebut, 66,66 persen kasus terjadi pada satuan pendidikan di bawah Kemendikbudristek. Kemudian, 33,33 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama. Total jumlah pelaku mencapai 48 orang dan korban mencapai 144 peserta didik.
Kasus kekerasan fisik yang terjadi di bawah Kementerian Agama, menimbulkan kematian empat orang peserta didik. Artinya, rata-rata ada peserta didik yang meninggal per dua bulan karena kekerasan fisik di lingkungan pondok pesantren.
“Sementara di satuan pendidikan di bawah Kemendikbudristek, tercatat ada tiga peserta didik meninggal dunia karena kekerasan fisik,” ucap Mansur.
Kekerasan Fisik Tertinggi
Dari 36 kasus, setidaknya ada empat jenis kekerasan dengan kasus tertinggi, yakni kekerasan fisik sebesar 55,55 persen. Kekerasan seksual sebesar 36 persen; kekerasan psikis sebesar 5,5 persen; dan kebijakan yang mengandung kekerasan sebesar 3 persen.
Sementara itu, pelaku kekerasan di satuan pendidikan yang tertinggi justru oleh peserta didik, dengan pelaku yang merupakan teman sebaya sebesar 39 persen.
Kemudian, kakak senior sebesar delapan persen. Apabila tergabungkan mencapai 47 persen. Sementara yang pelakunya kepala sekolah atau pimpinan ponpes sebesar 14 persen, kemudian guru sebesar 30,5 persen dan pembina pramuka sebesar 5,5 persen, dan pelatih ekskul sebesar 3 persen.
Adapun wilayah kejadian meliputi 31 kabupaten/kota. Rinciannya, Jogjakarta, Tangerang Selatan, Jakarta Barat, Surabaya, Batu, Batu, Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Blitar, dan Kediri;
Kemudian, Indramayu, Cirebon, Karawang, Bekasi, Cimahi Utara, Brebes, Sukoharjo, Demak, Sragen, dan Klaten. Selanjutnya, Lampung Selatan, Tebo, Nias Selatan dan Deli Serdang, Palembang, Padang Pariaman dan Agam, Buton, Pinrang, dan Gorontalo.
“Kejadian terbanyak di Jawa Timur, yaitu delapan kasus atau setara dengan 22,22 persen. Kemudian, Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing lima kasus atau setara dengan 13.88 persen,” tandas Mansur. (*)