Oleh: Arif Sofyandi
BULAN Ramadhan adalah bulan penuh dengan cinta. Dirindukan oleh semua. Tuhan membuka pintu ampunan, rahmat sekaligus dibebaskan dari belenggu api neraka. Secara harfiah puasa merupakan menahan lapar dan haus dari waktu imsak hingga waktu berbuka.
Umat islam di berbagai penjuru dunia menjalankannya dengan penuh kepatuhan, cinta dan kerinduan sehingga meraih derajat taqwa disisi Tuhan. Derajat yang diinginkan oleh semua manusia yang akan kembali dan menghadap kepada Tuhannya. Karena tidak ada bekal terbaik bagi seorang muslim kecuali dengan Taqwa.
Nah, untuk meraih derajat taqwa tersebut dapat dilakukan dengan berbagai ibadah, diantaranya adalah sholat, puasa, zakat, membaca Al-quran, berdzikir kepada Allah dan lain sebagainya. Namun pada kesempatan ini, penulis akan mengupas salah satunya, adalah puasa sarana tazkiatun nafs atau mensucikan jiwa.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa perasaan lapar dan haus yang dialami oleh orang yang berpuasa adalah jalan untuk mencapai martabat takwa, mampu membersihkan hati dari noda dan bintik hitam yang timbul akibat pengaruh nafsu.
Karena itu, tujuan akhir dari puasa adalah membiasakan jiwa yang bersih dari nafsu, sekaligus sebagai sarana pembersihan jiwa atau yang biasa disebut dengan Tazkiyatun nafs. Secara umum tazkiyatun nafs diimplementasikan dengan cara membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela dan membuang semua jenis penyakit hati yang pada akhirnya berujung pada usaha untuk menghias diri dengan sifat-sifat terpuji nan mulia.
Metode Takhalli, Tahalli, dan Tajalli
Isyarat keberuntungan atau kebahagiaan dan kemenangan bagi orang-orang yang mensucikan jiwa telah Allah terangkan dalam Al-quran. Allah SWT berfirman “Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (Qs. 91, Asy-Syams : 9-10).
Sarana Tazkiyatun nafs, Imam Al-Ghazali dalam ilmu tasawuf membaginya dengan tiga metode ialah Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Penulis akan menguraikan yang pertama adalah, Takhalli yaitu membersihkan diri dari sikap dan sifat yang mengikuti dorongan nafsu yang membawa kepada dosa atau dalam makna lainnya takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti: rasa hasad, ujub, sombong, riya, su’udzon, gadzab, dan sifat-sifat tercela.
Kedua, Tahalli yaitu membersihkan kembali jiwa yang bersih dengan sifat-sifat terpuji, kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik ditinggalkan dan diganti dengan kebiasaan yang lebih baik melalui latihan-latihan yang berkesinambungan hingga melahirkan akhlakul karimah. Sehingga dapat dipahami bahwa tahalli merupakan sikap membekali diri dengan perbuatan positif seperti: sabar, ikhlas, husnudzan, istiqamah dalam kebaikan seperti menuntut ilmu, meningkatkan takwa, berdzikir, memperbanyak do’a, tilawah, dan tadabbur al-Qur’an.
Ketiga, Tajalli, setelah serangkaian takhalli dan tahalli sudah kita lakukan dengan sungguh-sungguh diharapkan hati dan jiwa manusia dapat terhindar dari perbuatan keji. Tajalli merupakan kondisi dimana tersingkapnya tabir antara manusia dengan Allah swt. Jika manusia sudah pada tahapan ketiga ini maka seluruh amal perbuatannya semata-mata hanya karena kecintaannya kepada Allah SWT.
Akhirnya, semoga kita semua, dapat menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya, tentu tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga melainkan kita dapat terhindar dari sifat-sifat hasad, ujub, sombong, riya, su’udzon, gadzab, dan sifat-sifat tercela lainnya, dapat meningkatkan rasa sabar, ikhlas, husnudzan, istiqamah, berdzikir, memperbanyak do’a, tilawah, dan tadabbur al-Qur’an agar kita mencapai titik Tajalli sehingga kita dapat meraih cinta Allah, Jika kita telah meraih cinta Allah, tidak hanya surga diberikan tetapi ia akan memberikan memberikan segalanya. (*)