Mataram (NTBSatu) – Tabulasi perolehan suara di tingkat TPS oleh Parpol, akhir akhir ini memicu perdebatan. Tak sedikit Parpol atau Caleg lain keberatan dengan hasilnya, karena berpotensi subjektif dan berbeda dengan real count KPU.
Namun KPU NTB tak bisa berbuat banyak untuk melarang atau menghentikan proses tabulasi itu. Meski disadari, banyak pihak menilai tabulasi atau perhitungan yang dilakukan oleh internal partai dapat memicu polemik dari tim atau Caleg lainnya.
Anggota KPU NTB Halidy, menjelaskan, perhitungan di internal parpol sah-sah saja dilakukan, sebatas untuk menjadi data pembanding suatu parpol.
Klaim angka suara masing masing Caleg dan Parpol ibarat persidangan. Di mana dua pihak saling klaim kebenaran masing masing.
Akan tetapi, Parpol dan pihak yang terlibat di kompetisi Pemilu ini, harus mentaati regulasi. Rujukan utama, hitung manual hasil pleno KPU.
Berita Terkini:
- Mahasiswa STKIP Taman Siswa Bima Gelar Kegiatan Kepramukaan di Taman Kalaki
- Resmi Jadi Universitas, UNBIM Siapkan 100 Beasiswa – Gratis SPP Selama Setahun
- Fahri Hamzah Bertemu Menteri Trenggono, Bahas Penataan Tempat Tinggal Nelayan
- Ternyata Segini Gaji Paus Leo XIV yang Baru Terpilih Gantikan Paus Fransiskus
“Klaim itu hak masing-masing mereka, jadi silahkan saja, tetapi yang jadi hakimnya besok itu adalah penetapan oleh KPU,” tegasnya Kamis, 22 Februari 2024.
Sebelumnya, PKS dan PPP getol mempublikasi hasil tabulasi internal partai. Hasilnya bahkan detail menyebut statistik perolehan suara dengan metodologi masing masing.
Akan tetapi, sejumlah pihak tidak menerima hasil hitung internal parpol itu dipublikasi ke khalayak. Alasannya, perhitungan dan rekapitulasi hanya boleh dipublikasi oleh institusi berwenang seperti KPU.
Halidy mengamini itu. Ia menegaskan kembali, yang menjadi patokan itu adalah C Hasil penetapan secara manual melalui rekapan berjenjangan. Itulah yang jadi dasar.
“Persoalan mengenai apakah mereka tidak setuju dengan C Hasil, itu adalah persoalan lain,” ujarnya.
Karena itu, ia pun mengimbau agar setiap peserta Pemilu dapat mempercayai hasil rekapan yang dilakukan KPU kedepannya nanti.
“Siapa lagi yang harus mereka percaya? Apakah mereka harus percaya pada diri sendiri?,” tanyanya. (ADH)