Ekonomi Bisnis

NTB Diperkirakan Rugi Rp300 Miliar per Tahun Imbas Ekspor Udang Lewat Surabaya, Asosiasi Dorong Cold Storage Dibangun

Mataram (NTBSatu) – Asosiasi pelaku usaha perikanan di NTB, mendorong pemerintah pusat dan daerah segera membangun fasilitas cold storage di wilayah ini.

Pasalnya, meski NTB merupakan salah satu produsen Udang terbesar di Indonesia, daerah ini justru tak tercatat sebagai eksportir utama karena minimnya infrastruktur pengolahan.

“Selama ini, Udang dari NTB dikirim mentah ke Surabaya. Di sana baru diolah dan diekspor ke Amerika Serikat. Akhirnya, dalam data resmi, Udang kita tercatat sebagai produk Surabaya, bukan NTB,” ujar Pembudidaya Udang dan Tenaga Ahli di SCI Sumbawa, Dedi Syafikri kepada NTBSatu, Selasa, 15 April 2025.

Ibarat Kerbau punya susu, Sapi yang dapat nama, keluh Dedi, menggambarkan ketimpangan distribusi keuntungan yang pelaku tambak Udang NTB alami.

Menurutnya, solusi dari masalah ini adalah pembangunan cold storage di NTB. Agar proses pengolahan dan pencatatan ekspor bisa langsung di daerah asal.

IKLAN

“Kalau NTB punya cold storage sendiri, maka udang kita tidak perlu lagi ‘numpang nama’ daerah lain. Ini bukan hanya soal data, tapi juga soal nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja lokal,” jelasnya.

Dedi menyebutkan, saat ini ada lima hingga enam cold storage besar di Indonesia yang mayoritas mengirim produk ke Amerika Serikat. Namun semua terkonsentrasi di luar NTB.

“Jika NTB punya cold sotrage sendiri. Kita akan lebih leluasa membidik pasar-pasar strategis. Seperti Asia dan Eropa,” imbuhnya.

Produksi Udang Capai 150 Ribu Ton

Padahal NTB punya potensi luar biasa. Dedi menyebut, jika produksi Udang NTB mencapai 100 sampai 150 ribu ton per tahun.

Menurut kalkulasinya, dengan selisih harga jual dari NTB ke Surabaya sekitar Rp3.000 per kilogram dan produksi Udang mencapai 100-150 ribu ton per tahun, potensi kerugian yang ditanggung NTB bisa tembus Rp300 miliar.

“Ini sudah saatnya NTB mendorong industrialisasi perikanan. Investasi produktif seperti pembangunan cold storage harus jadi prioritas,” ujarnya.

Masalah kian pelik dengan kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, yang menetapkan bea masuk 32 persen untuk seluruh Indonesia.

“Ini seperti petir di siang bolong. Kami sangat terpukul, karena 90 persen pasar kami itu bergantung ke Amerika. Sekarang tiba-tiba tarifnya jadi 32 persen, ini sangat berat bagi kami,” ujarnya.

Dedi memastikan, pihaknya sudah melakukan audiensi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan NTB.

“Sudah kami sampaikan dan alhamdulillah disambut baik. Harapannya bisa segera dibawa ke Gubernur dan direalisasikan dalam waktu dekat. Ini investasi produktif, bisa serap ribuan tenaga kerja dan memperkuat hilirisasi sektor perikanan kita,” pungkas Dedi. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button