Pendidikan

Penyelenggara Kampus Swasta di NTB Kecewa Atas Ketidakberpihakkan Pemerintah dalam Regulasi Dosen

Mataram (NTBSatu) – Regulasi yang mengatur mengenai ketentuan dosen di perguruan tinggi dikeluhkan penyelenggara kampus swasta di NTB. Sebab, regulasi tersebut dinilai akan mematikan secara perlahan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

Terlebih lagi dalam surat edaran terbaru pemerintah, yang melarang pegawai Aparatur Sipil Negeri (ASN) untuk menjadi dosen di kampus swasta.

Wakil Ketua II Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) NTB, Dr. Halus Mandala, M.Hum., pada Jumat, 19 Januari 2024 mengatakan, edaran tersebut melarang ASN yang usianya dua sampai tiga tahun menjelang pensiun untuk menjadi dosen di kampus swasta.

“Awalnya, ASN yang menjelang pensiun dibolehkan untuk menjadi dosen di kampus swasta, dengan syarat harus ditolak dulu oleh dua kampus negeri. Sekarang, sama sekali tidak boleh,” keluhnya kepada NTBSatu.

Aturan tersebut dianggapnya sebagai bentuk upaya pemerintah untuk membinasakan kampus swasta.

Berita Terkini:

“Padahal sewaktu pemerintah tidak memiliki kemampuan dalam menyelenggarakan pendidikan, swasta yang menjadi harapan. Bagaimana peran NU, NW, Muhammadiyah yang waktu itu membangun sekolah sebagai partisipasi karena mengetahui pemerintah belum mampu,” ungkapnya.

“Sekarang mentang-mentang pemerintah mampu, malah ingin membinasakan kampus swasta. Harusnya membina, jangan membinasakan,” tegas Halus.

Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Mataram ini meminta agar pemerintah memperhatikan kondisi PTS yang kian hari makin memburuk. Bahkan, kata Halus, untuk bertahan saja sangat susah.

“Bisa dibilang saat ini, hanya yayasan yang kuat saja yang bisa bertahan dan itu karena dia kaya. Berbeda dengan PTS yang menengah ke bawah. Sehingga, ayo kalau mau semua kampus menjadi unggul, fasilitasi juga kampus swasta,” harap Halus.

Dengan begitu, keberpihakkan pemerintah terhadap kampus swasta akan sangat terasa. “Itulah logika-logika yang kami harapkan, agar pemerintah menyadari kebijakan yang dibuat berpihak. Keberpihakan pemerintah itu harus sangat dipahami,” pungkas Halus. (JEF)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button