Menurutnya, peraturan tersebut harus dipertimbangkan lagi sebelum diputuskan, bukan karena keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil, tapi karena itu menyangkut pada pedagang-pedagang kecil juga.
“Jadi, hiburan jangan hanya dilihat diskotek, bukan. Ini banyak sekali impack pada yang lain, orang yang siapkan makanan, jualan, dan sebagainya. Saya kira saya sangat pro dengan itu (kajian ulang UU HKPD) dan saya tidak melihat ada alasan untuk kita menaikkan pajak (hiburan),” tutup Luhut.
Diketahui, kisruh pajak hiburan ini disebabkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Berbagai pelaku usaha di sektor hiburan memprotes terkait peraturan itu, mulai dari pengacara Hotman Paris Hutapea hingga penyanyi sekaligus pemilik bisnis karaoke Inul Daratista.
Mereka merasa kenaikan tarif pajak itu bisa membunuh industri hiburan di tanah air.
Berita Terkini:
- KPU NTB Imbau Kampus tak Berat Sebelah Izinkan Paslon Gelar Kampanye
- Pemprov NTB tak Wajibkan ASN Beli Tiket MotoGP
- Meski Unggul di Survei LSI, Miq Iqbal Tetap tak Ingin Jumawa
- Malam ini, Iqbal-Dinda Terima Curhat Anak Muda di Sumbawa
Sebab, pada UU HKPD, tarif pajak kelompok diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dikerek jadi 40 – 75 persen.
Padahal, aturan sebelumnya, yakni UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tidak mencantumkan batas bawah pajak hiburan kelompok tersebut. (MYM)