Mataram (NTBSatu) – KPU NTB menegaskan bahwa seluruh penanggung jawab kampus harus berlaku adil, terhadap seluruh paslon yang ingin kampanye di perguruan tinggi. Terlebih, bila terkonfirmasi memiliki kedekatan dengan suatu paslon.
Seperti yang terjelaskan dalam PKPU, KPU mengizinkan seluruh paslon untuk menjadikan kampus sebagai lokasi kampanye. Asalkan, mendapatkan izin dari pihak penyelenggara Perguruan Tinggi, misalnya rektor atau penanggung jawab yang lain.
Ketua Divisi Sosialiasi, Parmas, dan SDM KPU NTB, Agus Hilman mengatakan, peserta yang boleh hadir ialah civitas akademika yang memang tidak terlarang dalam mengikuti aktivitas kampanye. Maka, yang hadir dalam kampanye di perguruan tinggi bukanlah pendukung, melainkan civitas akademika.
“Civitas akademika itu mencakup dosen, mahasiswa, ataupun pihak yang memang tidak terlarang,” ungkap Agus, Kamis, 19 September 2024.
Minta Perguruan Tinggi Terbuka
Ia pun menanggapi mengenai adanya calon yang memang memiliki relasi dalam suatu perguruan tinggi. Sebab, hal tersebut dapat menimbulkan ketidakterbukaan berkampanye untuk calon lain.
Namun, PKPU telah mengatur bahwa penanggung jawab perguruan tinggi mesti memberikan perlakuan yang setara untuk seluruh paslon. Meskipun, terdapat paslon yang memiliki relasi atau kedekatan dengan suatu perguruan tinggi.
“Apabila satu paslon boleh, maka paslon lain harus boleh. Kemudian, apabila satu paslon tidak boleh, maka paslon lain tidak boleh,” terang Agus.
Pun apabila perguruan tinggi yang terkonfirmasi memiliki relasi dengan suatu paslon, Agus meyakini bahwa publik akan mengapresiasi bila berani membuka diri terhadap calon lain untuk berkampanye.
Agus mengharapkan agar perguruan tinggi dapat hadir sebagai ruang untuk mengkaji seluruh gagasan dari seluruh paslon yang ada. Mengizinkan paslon untuk menggelar kampanye merupakan cara dari kampus untuk mengedukasi atau menyediakan lokasi pertumbuhan demokrasi di NTB.
Kendati demikian, Agus menyebutkan, tidak terdapat perangkat hukum yang dapat terpakai untuk menghukum perguruan tinggi yang tidak mengizinkan suatu paslon menggelar kampanye. Terlebih, atas dasar kedekatan dengan suatu paslon.
“Walaupun belum ada perangkat hukum, saya yakin publik akan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada kampus yang terbuka,” tandas Agus. (*)