Mataram (NTBSatu) – Marak terjadi bencana akibat dari perubahan iklim secara global, nampaknya menjadi perhatian serius pemerintah di berbagai belahan dunia.
Untuk melakukan penyelamatan lingkungan, salah satunya untuk mengurangi emisi tercetuslah Perdagangan Bursa Karbon, yang ditetapkan pada perjanjian iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Protokol Kyoto, pada 11 Desember 1997 silam.
Tanggal 26 September 2023, Indonesia memulai debut perdananya dengan meluncurkan perdagangan bursa karbon, yang diresmikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Dengan dikeluarkannya dua aturan penting untuk penyelenggaraan bursa karbon, yaitu POJK Bursa Karbon Nomor 14 Tahun 2023 dan Surat Edaran (SE) Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon.
Bursa Efek Indonesia (BEI) terpilih sebagai penyelenggara resmi bursa karbon di tanah air.
Berita Terkini:
- KPK Soroti Proses Audit di Inspektorat NTB
- Hadiri Apel Kesiapan Pengamanan Pilkada, Pj. Gubernur NTB Sebut Persiapan Pilkada 2024 Sudah Mantap
- Sekda NTB Sebut Reforma Agraria Sumber Kesejahteraan Masyarakat
- Pj Gubernur NTB Ajak Masyarakat Sambut Pesta Demokrasi dengan Riang Gembira
Secara sederhana, perdagangan karbon merupakan kegiatan jual-beli sertifikasi atau izin untuk menghasilkan emisi karbon dioksida atau CO2 dalam jumlah tertentu.
Dalam kegiatan tersebut, dikenal istilah kredit karbon (carbon credit) atau kuota emisi karbon (allowance).
Satu kredit karbon setara dengan pengurangan atau penurunan emisi sebesar satu ton CO2. Emisi CO2 dihasilkan oleh antara lain pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, gas dan minyak bumi), pembakaran hutan, dan pembusukan sampah organik.