Jakarta (NTBSatu) – Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes) menekankan kepada pemerintah Indonesia agar fokus terhadap permasalahan rokok eceran yang bisa meningkatkan jumlah populasi perokok pemula.
Ketua Adinkes, Mohamad Subuh menyarankan, pemerintah pusat agar membuat aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Undang-Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan untuk menghentikan penjualan rokok eceran yang bisa membatasi perokok pemula.
“Kami menginginkan di PP yang baru sudah mengatur masalah penjualan rokok eceran, karena DKI Jakarta pernah mengadakan survei, 70 persen perokok pemula itu dapatnya dari rokok eceran,” katanya yang dikutip dari Antara, Selasa, 19 Desember 2023.
Subuh menegaskan bahwa pemerintah saat ini harus fokus untuk membatasi perokok pemula dengan cara membesarkan persentase peringatan kesehatan bergambar atau picture health warning (phw) dalam kemasan rokok sebesar minimal 75 persen.
“Indonesia adalah negara yang paling kecil di bungkus rokok persentase phw-nya. Timor Leste, Nepal, Selandia Baru bahkan mencapai 92 persen. India, Thailand, Australia, Srilanka mencapai 85 persen. Indonesia hanya 40 persen. Jadi, tuntutan pegiat anti tembakau, kita tawarkan Indonesia 75 persen dulu deh,” tegasnya.
Ketua Adinkes itu juga mengatakan jika transformasi kesehatan tidak diiringi dengan pengendalian tembakau, maka tidak akan ada hasilnya.
“Seperti menabur garam di laut, untuk upaya mengendalikan penyakit tidak menular seperti hipertensi, jantung, atau diabetes, kalau persentase merokoknya masih tinggi,” terangnya.
Subuh juga menerangkan bahwa pemerintah daerah, khususnya dinas kesehatan saat ini memahami bahwa transformasi kesehatan sebagai upaya penguatan dan percepatan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional. Sehingga, dalam implementasinya perlu disinkronkan dengan tugas-tugas wajib di daerah sesuai dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah.
“Sesuai dengan amanah UU nomor 17 tahun 2023, ini merupakan pedoman final dalam kesehatan, untuk saat ini daerah menunggu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), utamanya yang mengatur Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) dan berkaitan dengan sinkronisasi anggaran pusat dan daerah,” pungkasnya. (WIL)