Oleh : Budi Afandi* (IG : cerakenati)
Belanda, 16 Desember 2023 – Sebagai orang yang tidak dilahirkan di keluarga ‘wah’ atau masyarakat ‘kelas wah’ tentu banyak hal wah yang tidak begitu akrab dengannya, cuaca tentu saja bukan salah satunya. Hal-hal wah itu semacam bentuk-bentuk tertentu yang menunjukkan kelas sebuah peradaban, bentuk-bentuk yang mungkin sudah ada di Indonesia namun hanya bisa diakses kalangan masyarakat tertentu yang cukup punya kemampuan finansial misalnya mesin beronas (pencuci alat perkakas dapur).
Di apartemen tempat ia menetap, terdapat sebuah mesin beronas, mesin yang awalnya tidak ia percayai mampu melakukan pekerjaan-pekerjaannya sebaik manusia. Mesin itu mengubah definisi beronas baginya, juga mengubah ingatan-ingatan di dalamnya. Dengan mesin itu, hal yang perlu orang lakukan hanya menaruh piring, gelas, sendok dan lain sebagainya (sesuai label) kemudian memasukkan sabun terus memilih program. Selesai! Seperti mesin cuci baju.
Kehilangan atau tereduksinya makna sesuatu yang dekat dengannya terasa tidak menyenangkan. Tidak ada lagi beronas. Bayangkan bagaimana garing-nya beronas saat orang begawe kalau hanya menggunakan mesin beronas. Tidak ada interaksi dengan manusia. Muda mudi tidak bisa saling lirik dan lempar senyum sambil mencuci perkakas dapur. Tidakkah gambaran itu menyedihkan? Karenanya bulan-bulan pertama tinggal di Eropa, ia menolak tegas menggunakan mesin beronas.
“Saya tidak percaya mesin itu bisa membersihkan semuanya,” katanya jika istrinya bertanya mengapa ia bersikukuh mencuci sendiri perkakas dapur. Ia terus melakukannya sampai suatu ketika istrinya berkata, “kamu tahu gak sih, mencuci piring secara manual itu menggunakan lebih banyak air daripada mesin?”
Pernyataan itu membuatnya berpikir ulang. Semua hal seketika terhubung. Di kampung ia terbiasa menggunakan air sebanyak yang ia mau dari sumur tradisional atau yang menggunakan mesin bor. Di Eropa air yang ia nikmati selalu dari pipa dan keran semacam yang sudah di sediakan perusahaan air minum di Indonesia. Bedanya di Copenhagen (juga Belanda), air yang disalurkan merupakan air dengan kualitas layak minum sebab itu ia tidak pernah membeli air isi ulang. Sebab itu pula mungkin, sangat disayangkan kalau air itu juga digunakan untuk mencuci perkakas dapur. Entahlah, mungkin begitu.
Menyesuaikan diri untuk meminum air dari keran juga butuh waktu. Hari-hari pertama di Eropa, ia kerap membeli air kemasan sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Hal yang juga dilakukan beberapa kawan dari Indonesia yang sempat mengunjunginya di Eropa. Mereka tidak berani meminum air langsung dari keran. Hmmm keluar dari kebiasaan memang bukan hal mudah, meskipun itu untuk hal yang lebih baik. Entahlah, mungkin begitu.