Mataram (NTBSatu) – Selama Hari Antikorupsi Sedunia, muncul beberapa catatan negatif dalam upaya pemberantasan korupsi, yang juga menyulut keprihatinan dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Sehingga Hari Anti Korupsi yang harusnya disambut dengan suka cita, terpaksa harus disambut dengan dukacita.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengindikasikan bahwa perilaku masyarakat cenderung menjadi lebih permisif terhadap korupsi.
Indeks perilaku antikorupsi (IPAK) masyarakat pada tahun ini lebih rendah ketimbang tahun sebelumnya.
Kemudian, pada Januari 2023, lembaga Transparency International (TI) mencatat bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2022 mengalami penurunan paling signifikan sepanjang sejarah reformasi.
Berita Terkini:
- Kampanye Akbar Iqbal – Dinda di Kandang Rohmi – Firin Dipadati Lautan Manusia
- Oknum Personel Polda NTB Dilaporkan ke Polresta Mataram, Diduga Gelapkan Mobil Rp46 Juta
- Orasi Iqbal saat Kampanye Akbar di Kandang Rohmi-Firin: NTB Miskin, Bukti Salah Kelola
- Bawaslu Telusuri “Live” KPU Tayangkan Hasil Survei Jelang Debat Pilgub NTB
“Hari antikorupsi internasional yang seharusnya kita bisa merayakan itu secara sukacita, tapi sayangnya kemudian kita harus merayakan dengan dukacita,” kata Koordinator ICW Agus Sunaryanto di program Metro Pagi Primetime, Metro TV, dikutip Sabtu 9 Desember 2023.
Diketahui, Polda Metro Jaya menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri sebagai tersangka kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Nama Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej juga menambah panjang daftar tersangka oleh KPK.
“Jadi pada satu titik kita mungkin boleh bergembira karena penegakan hukum itu tidak berhenti, tapi di sisi lain justru kita yang harus kita ratapi adalah orang-orang yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum justru menjadi aktor yang terjerat dalam hukum itu sendiri,” kata Agus.
Agus mencermati bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tampaknya tidak memiliki pemimpin yang kuat.
Presiden Jokowi yang diharapkan sebagai pengemban utama, justru terlihat kurang aktif dalam peran pimpinan pemberantasan korupsi.
“Kita lihat belakangan justru Pak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia justru sudah kehilangan sudah motivasi sepertinya untuk memberantas korupsi,” ujar Agus.
Agus menyatakan bahwa penurunan indeks persepsi korupsi di Indonesia mencerminkan situasi ini. ICW bahkan merasa ragu terhadap keseriusan pemimpin di negara ini dalam memberantas korupsi, sehingga kehilangan kepercayaan. (SAT)