Tapi, bukankah lahan tersebut tidak ada yang rusak?
Menjawab itu, Saerozi mengaku lahan memang tidak bermasalah atau dirusak. Hanya saja sudah dibagi oleh. Sejumlah tanaman dirusak. Antara lain dua pohon rambutan dan sembilan pohon kelapa. Tanaman yang dirusak itu berada di luar tanah yang diperkarakan.
“Coba hitung berapa harganya satu pohon,” ucapnya.
Dia menepis pernyataan sang ibu yang mengajaknya membagi tanah warisan secara baik-baik. Menurutnya, tanah 28 are itu dibeli dan digarap bahkan saat sang ayah saat masih hidup. Pembeliannya sekitar tahun 1991.
Baca Juga : Beda Kekayaan Djoko Poerwanto dengan Kapolda NTB yang Baru, Ratusan Juta Banding Belasan Miliar
Saerozi mengaku, mendiang ayahnya mengatakan bahwa tanah tersebut diperuntukan untuk dia seorang. Tidak ada nama lain, termasuk ibu dan adik-adiknya. “Ndak ada (ayah) saya bilang tanah ini untuk ibu atau adik-adikmu,” kata Saerozi mengutip ucapan ayahnya.
Dia kembali menegaskan tidak akan mencabut laporannya di Polres Lombok Barat. Bahkan sampai hari kiamat sekalipun. “Tapi nanti jika di pengadilan diminta bersumpah di atas Al-Qur’an kita (dia) siap. Biar nanti siapa yang bersalah mati atau ditabrak kendaraan,” pungkasnya.
Terpisah, Kuasa Hukum Rakyah, Bukhari Muslim mengatakan, dia sudah meminta nota jual beli tanah ke pelapor. Termasuk siapa saja yang bersaksi saat transaksi dan uang pembelian.
“Sudah diminta siapa saja saksinya saat beli dan berapa uang yang dibeli, tidak ada. Sudah diminta bersumpah juga, tapi tidak berani,” tegasnya.
Sebagai informasi, Saerozi melporkan ibunya pada 21 September 2023 lalu. Rakyah dilaporkan karena diduga melakukan perusakan lahan.
Laporan itu kemudian ditindalanjuti oleh Sat Reskrim Polres Lombok Barat. Hasilnya perkara ini sudah naik penyelidikan dan delapan orang telah diperiksa. Termasuk pelapor, terlapor dan saudaranya. (KHN)
Baca Juga : Inilah 7 Karakter Marvel yang Terinspirasi dari Asia Tenggara