Mataram (NTBSatu) – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, mengatakan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, diyakini mampu membawa perbaikan sistem politik ke depan. Menurutnya, sistem saat ini hanya mengikuti mekanisme pasar survei, tidak pada mekanisme internal partai yang mencalonkan kadernya sejak awal.
Karena itu, ia melihat akibat proses pasar survei, memaksa siapapun untuk mengikutinya, termasuk partai politik. Anak Presiden pun turut dipaksa oleh pasar, sehingga mau tidak mau dijodohkan dengan Prabowo Subianto.
“Sehingga jika kita memakai platform rekonsiliasi dan legacy pemerintahan pak Jokowi, maka pasangan Prabowo – Gibran menempati kecocokkan yang paling tinggi. Prabowo mengikuti atau mewakili gagasan kabinet rekonsiliasi,” jelasnya, pada akun twitternya Sabtu, 14 Oktober 2023.
Terlepas dari kecocokan Prabowo dengan Gibran akibat pasar survei menginginkan itu, mantan Wakil Ketua DPR RI itu, menilik lebih jauh akan besarnya dominasi survei daripada mekanisme internal partai dalam mengusung Calon Presiden.
Ia sendiri sudah lama menginginkan agar sistem politik segera dibenahi.
Berita Terkini:
- Jaksa Tahan Eks Pimpinan Cabang BSI di Lapas Lombok Barat
- Kejati NTB Angkut Eks Pimpinan BSI Cabang Mataram di Semarang Dugaan Korupsi KUR Rp8,2 Miliar
- Nelayan Sekaroh Lotim Menjerit, 10 Tahun PT Autore Diduga Merompak Mutiara Senilai Ratusan Miliar
- Polisi Minta BPKP Hitung Kerugian Negara Dugaan Korupsi Sewa Alat Berat Dinas PUPR NTB
“Sudah lama saya telah mengingatkan akibat dari ketiadaan sistem yang baik dalam pencalonan. Seperti threshold, partai-partai pemilik tiket angkuh seolah akan bisa kendalikan calon dari belakang,” katanya.
“Tetapi di dalam perjalanan, mereka lupa bahwa lubang dari sistem ini ada banyak sekali sehingga mengendalikan threshold dalam pencalonan bukanlah segala galanya. Dominasi survei dan kehendak pasar sangat menentukan kandidat yang harus dicalonkan,” sambungnya.
Itulah sebabnya, ia mengingatkan agar prosedur pencalonan harus dikontrol oleh mekanisme partai politik. Bahwa nominasi mestinya dilakukan melalui satu proses dari bawah sehingga menjadi fungsi partai politik sebagai organisasi kerakyatan mencalonkan seorang kandidat sebelum dilakukan survei dan pertandingan atau perdebatan.
“Tidak banyak yang mau mendengar saran saya, bahkan juga termasuk para penyelenggara Pemilu. Semua lupa bahwa kita sedang menciptakan sistem yang akhirnya akan berefek pada ketidakpastian dalam pencalonan,” pungkasnya.
Lebih jauh ia mengamati, pemandangan hari hari ini, semua calon presiden bukan merupakan proses nominasi partai tetapi kehendak survei dan pasar.
“Keadaannya telah berbalik. Pasar lebih mahir mengajukan calon. Parpol besar gigit jari. Parpol kecil menari-nari. Bahkan relawan nampak lebih menawan,” imbuhnya.