Hal ini bukan hanya persoalan objeknya saja yang balik ke Indonesia, katanya, tetapi status hukumnya juga harus jelas.
“Sehingga menjadi BMN ini menjadi bukti bahwa yang memiliki milik Indonesia. Milik republik Indonesia,” lanjutnya.
Terkait kenapa tidak diwariskan kepada keturunan kerajaan atau sebagainya, Hilmar mengatakan, agar keamanan dan kelangsungannya ke depan benar-benar terjaga.
Baca Juga:
- Jaksa Lawan Putusan Hakim, Tak Terima Bos PT GNE dan PT BAL Divonis Ringan
- WN Italia Dilaporkan ke Imigrasi Gegara Tipu dan Umpat Masyarakat Lombok Utara
- LGBT Penyumbang Kasus HIV/AIDS Terbanyak di Lombok Timur, Pentingnya Kemauan Berobat
- Pasien BPJS Lombok Timur Keluhkan Kekosongan Obat di Puskesmas
“Kita tidak mau ini sudah balik, lalu tidak terjaga dan menjadi rusak. Sehingga, benda-benda bersejarah yang dikembalikan, termasuk 335 harta karun Lombok itu dijadikan BMN. Milik negara, akan dijaga dan dirawat oleh negara. Penempatannya sementara di institusi yang dipandang paling siap adalah Museum Nasional,” tuturnya.
Ia pun sangat memahami kalau diskusi-diskusi kepemilikan benda bersejarah pasti berkembang. Bukan hanya di Indonesia tetapi di negara lain juga mengalaminya.
“Saya kira diskusi itu pasti berkembang, jadi milik pribadi atau seterusnya. Yang jelas, ini kita akan jaga, kita rawat untuk untuk kepentingan sejarah dan kebudayaan Indonesia. Itu saya kira landasan berpikirnya,” tutupnya. (JEF)