“Dengan melibatkan pendidik sebaya yang juga murid di satu sekolah sebagai pelaku utama dalam mengedukasi MKM, sangat efektif. Karena, hal ini dapat menghilangkan garis penghalang yang ada dalam pembicaraan seputar menstruasi. Hasil tersebut juga menunjukkan murid dapat membicarakan menstruasi tanpa ditertawakan teman-temannya, khususnya oleh anak laki-laki. Jika mereka tiba-tiba menstruasi di sekolah, maka mereka tidak takut lagi,” ungkapnya.
Terlebih lagi, jika di sekolah sudah menyediakan pembalut, sehingga anak laki-laki tidak mengejek anak perempuan yang sedang menstruasi.
“Saya berharap, Ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) bisa digunakan oleh murid perempuan saat mengalami nyeri menstruasi. Termasuk juga toilet, selain ramah perempuan bisa digunakan oleh semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Fasilitas MKM yang inklusif saya harap juga tersedia di berbagai area publik,” tutupnya. (JEF)
Baca Juga :
- Polisi Tetapkan Sembilan Tersangka Dugaan Korupsi KUR BNI Kota Bima, Rugikan Negara Capai Rp39 Miliar
- Bangun Pemahaman Publik, STKIP Taman Siswa Bima Jelaskan Keterpisahan Insiden di Depan Kampus
- Belum Sebulan Menjabat, Wakapolda NTB Dimutasi Kapolri
- Profil Mendiang Paus Fransiskus dan Kenangan di Indonesia Pilih Naik Mobil Innova Zenix Ketimbang Alphard
- Eks Polisi Terjerat Kasus Narkoba Kabur, Polda NTB Periksa Petugas Jaga