Mataram (NTB Satu) – Museum Negeri NTB tidak hanya sebagai tempat menyimpan dan mengoleksi manuskrip yang ada di NTB. Sebab mulai sekarang, Museum Negeri NTB juga memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai yang terdapat dalam koleksi manuskrip kepada masyarakat.
Hal ini menjadi latar belakang diadakannya kegiatan Diskusi Bedah Naskah Puspakerma yang berlangsung di Aula Samalasa, Museum Negeri NTB Selasa, 13 Juni 2023.
Sebanyak 50 peserta hadir dalam kegiatan diskusi ini. Mulai dari budayawan, guru, mahasiswa, dan masyarakat umum. Kegiatan ini berjalan lancar dari awal hingga penutupan.
Baca Juga:
- Debat Baru Mulai, Calon Wali Kota Bima Nomor Urut 3 Tinggalkan Podium
- Senator Evi Apita Maya Tegaskan Dukung Zul-Uhel di Pilgub NTB 2024
- SMKPP Negeri Bima akan Teruskan Pertanian Berkelanjutan
- Bahlil Umumkan Kepengurusan DPP Partai Golkar, Berikut Daftarnya
Kepala Seksi Penyajian dan Layanan Edukasi Museum Negeri NTB selaku Ketua Pelaksana kegiatan, Irwan, S.Pd., menyampaikan, diskusi ini dalam rangka meningkatkan apresiasi dan pengetahuan masyarakat tentang naskah lontar.
“Sebagai upaya untuk melestarikan budaya masyarakat Sasak dalam membaca lontar,” ujarnya, Selasa, 13 Juni 2023.
Irwan menjelaskan, diskusi ini juga menjadi bagian dari kegiatan Museum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pelestarian kebudayaan.
“Secara teknis, ada tiga besar kegiatan di Museum ini. Perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Museum Negeri NTB, Ahmad Nuralam, SH., MH. Dalam sambutannya, ia mengatakan, bahwa manuskrip merupakan salah satu objek pemajuan budaya yang perlu dilestarikan sebagai salah satu indikator dalam pemajuan kebudayaan. Pemajuan kebudayaan di NTB pun telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 tahun 2021.
Dengan adanya diskusi ini, kata Ahmad, maka dapat menghidupkan ekosistem kebudayaan. Serta, meningkatkan, memperkaya, dan menyebarluaskan pengetahuan naskah lontar kepada masyarakat umum.
Lihat Juga:
- Debat Baru Mulai, Calon Wali Kota Bima Nomor Urut 3 Tinggalkan Podium
- Senator Evi Apita Maya Tegaskan Dukung Zul-Uhel di Pilgub NTB 2024
- SMKPP Negeri Bima akan Teruskan Pertanian Berkelanjutan
- Bahlil Umumkan Kepengurusan DPP Partai Golkar, Berikut Daftarnya
“Harapannya, pada diskusi beda naskah manuskrip, ada dialektika kebudayaan terjadi. Nantinya dialektika tersebut akan menjadi pengetahuan dan informasi untuk merawat ekosistem kebudayaan kita,” harapnya.
Langkah pemajuan kebudayaan di NTB, lanjut Ahmad, telah ada tiga lembaga sebagai pemangku kebijakannya. Ada Bidang Kebudayaan di Dinas Dikbud NTB, Taman Budaya NTB, dan Museum Negeri NTB.
“Ketiga lembaga ini memiliki indikator-indikator masing-masing yang menjadi kinerja utamanya. Salah satunya yaitu pelestarian kebudayaan,” tambahnya.
Saat sesi pemaparan, narasumber pertama, Dosen FKIP Unram, Dr. Aswandikari Suranggana, M.Hum, menjelaskan, bahwa naskah itu merupakan ungkapan bahasa.
“Bahasa itu diungkapkan sebagai pencerminan jiwa sehingga naskah bagai ekspresi jiwa secara halus dan lembut. Kalau kita keluarkan bahasa secara halus tentu itu ekspresi jiwa yang halus,” katanya.
Dalam dunia akademik, ujar Aswandikari, bahasa itu terkait dengan logika, sedangkan sastra berkaitan erat dengan rasa batin.
“Maka, dalam manuskrip Puspakerma ini disampaikan dengan bahasa yang sederhana, bahasa yang lembut. Hanya saja generasi muda tidak mengerti dan paham. Para budayawan dan praktisi budaya saja yang mengonsumsinya sehingga harus diupayakan agar naskahnya diterjemahkan, sampai bisa dicerna oleh pembaca. Sebab, naskah ini merupakan benda mati, yang bertugas menghidupkannya adalah kita sebagai pembaca,” tuturnya.
Lihat Juga:
- Debat Baru Mulai, Calon Wali Kota Bima Nomor Urut 3 Tinggalkan Podium
- Senator Evi Apita Maya Tegaskan Dukung Zul-Uhel di Pilgub NTB 2024
- SMKPP Negeri Bima akan Teruskan Pertanian Berkelanjutan
- Bahlil Umumkan Kepengurusan DPP Partai Golkar, Berikut Daftarnya
Sementara itu, narasumber kedua, Budayawan Sasak, Lalu Sadarudin, S.Pd, menerangkan, bahwa semua manuskrip tentu mempunyai pesan moral yang tidak terlepas dari nilai-nilai agama.
“Dalam naskah-naskah atau manuskrip pada umumnya dibuka dengan kalimat Asmaul Husna. Hal itu menunjukkan ada nilai-nilai budaya dan sebagainya yang selalu bersandar pada nilai-nilai agama,” jelasnya.
Sedangkan, narasumber ketiga, Pemerhati Budaya NTB, Fatah Yasin, mengatakan, bahwa naskah Puspakerma merupakan suatu syarat untuk melakukan ikhtiar. Selain itu, naskah Puspakerma juga sebagai jalan untuk mensyukuri nikmat.
“Jadi di banyak tempat Puspakerma ini dipakai, sehingga paling luas penggunaannya,” tutupnya. (JEF/*)