“Jaraknya kami menerima SPDP jauh. Makanya kami bersama penasihat hukum tersangka lain sepakat mengajukan praperadilan,” tegasnya.
Alasan lain pihaknya mengajukan praperadilan, terkait muncul angka kerugian negara yang mencapai Rp400 juta. Pasalnya, ahli dari Universitas Mataram mengatakan bahwa ada volume lebih dalam proyek tersebut.
“Artinya pihak PUPR harus membayar sekitar Rp170 juta ke kontraktor (tersangka),” imbuhnya.
Diketahui, ketiganya menyandang status sebagai tersangka 8 Juni 2023 lalu. Mereka ditahan selama 20 hari pertama di Lapas Kelas IIA Mataram.
Baca Juga;
- Gubernur NTB Nilai Satgas PPKS di Ponpes tak Urgen, Aktivis Anak: Justru Itu yang Belum Ada
- PPATK Sebut Korupsi dan Narkotika Jadi Kejahatan Tertinggi Tindak Pidana Pencucian Uang
- Sidang Perdana Gugatan Mobil Esemka dan Ijazah Digelar Besok, Jokowi Bakal ke Vatikan?
- Hakim Jatuhkan Vonis Dua Terdakwa Korupsi KUR BSI Petani Porang
Kejari Lombok Tengah menjerat ketiganya dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sebagai informasi, proyek jalan TWA Gunung Tunak dikerjakan Dinas PUPR NTB. Berdasarkan data LPSE proyek tersebut menelan anggaran Rp3,499 miliar tahun 2017.
Saat tender proyek jalan tersebut dimenangkan PT Indomine Utama beralamatkan di Jalan Gora, Selagalas, Mataram. Kejari Loteng mulai mengusut proyek tersebut setelah jalan tersebut longsor dan rusak parah pada Agustus 2021.
Akibatnya jalan menuju TWA Gunung Tunak tersebut tidak bisa maksimal dilalui masyarakat. (KHN)