Mataram (NTB Satu) – Siti Zubaedah, salah satu dari tujuh PKL yang dipidana atas kasus menguasai pantai untuk lokasi berjualan, mendatangi Karo Hukum NTB untuk meminta bantuan agar eksekusi ditunda.
Para terdakwa melalui kuasa hukumnya, Rusdi, SH berharap pemerintah turun tangan.
“Iya, kemarin sudah ke Pemprov bertemu dengan pihak Karo Hukum,” kata PH Siti Zubaedah, Rusdi, SH kepada NTBSatu, Senin, 16 Mei 2023.
Hasil pertemuan itu, ucap Rusdi, pihak Karo Hukum Pemprov NTB memintanya agar terlebih dahulu mengurus penundaan eksekusi di Kejari Mataram.
“Setelah penundaan eksekusi kita urus, dari Pemprov akan membantu mengurus masalah lahan yang disertifikatkan Lalu Heri Prihatin,” tuturnya.
Rusdi juga mengaku telah mengirim surat permohonan penundaan eksekusi terhadap Siti Zubaedah dan enam PKL lainnya.
Meski surat permohonan telah dilayangkan, namun Rusdi belum bertemu dengan Kepala Kejari Mataram.
“Kemarin tidak ketemu. Hari ini kita coba susul lagi, semoga bisa bertemu,” pungkas Rusdi.
Berita sebelumnya, Rusdi menyebutkan alasan penundaan eksekusi itu dilakukan karena alasan kemanusiaan. Pasalnya, Siti Zubaedah dalam kondisi hamil.
Alasan lain, ketujuh PKL juga tersebut harus tetap bekerja dan berjualan. Sebab, hanya itu yang bisa dilakukan Siti Zubaedah dan teman-temannya untuk bertahan hidup.
“Jadi mereka harus jualan untuk menafkahi keluarganya. Kalau mereka dieksekusi, bagaimana nasib keluarganya,” tutur Rusdi.
Sebagai informasi, Siti Zubaedah bersama enam PKL lainnya divonis bersalah dalam kasus penyerobotan lahan. Pengadilan Negeri Mataram memvonis wanita asal Dusun Batu Bolong, Desa Batulayar Barat itu bersama enam PKL lainnya. Yakni, Adhat, Yulce Y Senduk, Samsul Hadi, Sopian Dani, Dani, dan Lalu. Muh. Zainudin. Rencananya, ketujuh orang itu akan ditahan pada 13 Mei 2023 mendatang.
Penahanan mereka berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mataram nomor 5/Pid.C/2023/PN Mtr tanggal 16 Maret 2023.
Penelusuran NTB Satu di laman resmi Pengadilan Negeri Mataram, sipp.pn-mataram.go.id, Siti Zubaedah bersama sejumlah rekannya mendirikan lapak di Dusun Duduk, Desa Batu Layar Barat, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat.
Lapak itu didirikan sekitar bulan Juni 2019 lalu di lahan milik Lalu Heri Prihatin dan tertuang dalam surat hak milik (SHM) Nomor 2659. Mereka dianggap menggunakan tanah tanpa izin yang dari pemilik sah.
Karena itu, pemilik lahan merasa keberatan dan tidak bisa menguasai fisik tanah miliknya. Selanjutnya Lalu Heri melaporkan kejadian tersebut kepada aparat penegak hukum, kemudian memprosesnya hingga ke ranah pengadilan.
Hasilnya, tujuh PKL itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana memakai tanah tanpa izin pemilik.
Selanjutnya, menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dengan pidana kurungan masing-masing selama 14 hari.
Selain itu, ketujuhnya juga dibebankan biaya perkara kepada para terdakwa masing-masing sebesar Rp.2.500.
Ketujuh PKL tersebut sempat mengajukan banding pada 24 Maret, Yan Mangandar Putra, SH., MH. Namun majelis hakim yang saat itu dipimpin Djoko Soetatmo, SH menolak dan proses hukum terhadap ibu tiga anak itu terus berlanjut. (KHN)